Sekitar pukul 19.00 WITA pada 15 Juli 2014, nada dering ponsel saya berbunyi dan tersua pesan singkat dari seorang dosen senior yang mengharapkan kehadiran saya sebagai peserta untuk mengikuti kegiatan pelatihan selama 2 hari (16 s/d 17 Juli 2014) mengenai sistem informasi geografik (SIG/GIS) yang merupakan kerjasama UNDANA dan Charles Darwin University (CDU), Australia. Sejujurnya, saya agak enggan untuk menghadiri pelatihan tersebut karena memikirkan waktu 2 hari pelatihan tersebut dapat digunakan untuk sekedar berleha-leha di rumah. Tetapi karena merasa tak enak hati dengan ajakan senior, saya mengiyakan saja permintaan tersebut. Namun keengganan ini lantas sirna seketika, ketika keesokan paginya (16/7/2014) saya datang ke lokasi kegiatan dan menemukan spanduk yang bertuliskan “Pelatihan Penggunaan FrontlineSMS dan Geographic Information System (GIS)”. Wah.. ini sesuatu yang baru bagi saya dan seketika saya berpikir pasti ada yang spesial sehingga perlu diangkat sebagai tema pelatihan. Selain itu, peserta pelatihan yang datang dari berbagai latar belakang, baik sebagai akademisi kampus maupun LSM dan bahkan juga mengikutsertakan beberapa mahasiswa, makin menambah ketertarikan sekaligus keingintahuan saya lebih lanjut.
Hari pertama, setelah melewati beberapa seremoni, dihabiskan untuk melihat contoh proyek penggunaan FrontlineSMS untuk wilayah Timor Barat, Sumba dan Flores untuk isu pelayanan kesehatan ibu hamil dan mencoba untuk mempraktikkan pengoperasian aplikasi ini. Silahkan mencari sendiri informasi lebih detail mengenai aplikasi ini, tetapi aplikasi ini benar-benar “CERDAS, MURAH, MUDAH, dan APLIKATIF”. Maaf, ini bukan bahasa iklan dan tidak mengajak pembaca sekalian untuk menemukan tagline ini pada website manapun karena ini merupakan pendapat pribadi saya. Mari kita runut satu-per satu. Saya katakan CERDAS paling tidak karena 2 hal, pertama, cukup hanya dengan menggunakan tools yang sangat sederhana, yaitu ponsel dan layanan SMS (short message services) yang telah digunakan secara luas di seantero pelosok, dan kedua, persoalan broadcasting komunikasi yang selama ini seringkali menjadi permasalahan primer dapat terurai dengan bantuan aplikasi ini. Apalagi, dewasa ini sinyal ponsel telah menjangkau hingga keberbagai pelosok perdesaan di NTT, bahkan terkadang mencakup tempat yang tergolong sebagai “remote area”. Aksesibilitas dari-dan-menuju tempat-tempat seperti itu selama ini sangat sulit, tetapi kini penggunaan SMS telah menjadi bentuk komunikasi standar yang dapat mengintegrasikan hampir semua orang dan di segala tempat. Provinsi NTT mempunyai jumlah pulau yang mencapai 1.192 serta karakteristik pulau-pulau kecil yang dipisahkan oleh lautan yang luas, belum lagi luas lautan yang mencapai 2/3 dari total seluruh wilayah NTT. Belum lagi, karakteristik iklim semi-arid dengan pola monsoonal, dominasi kawasan pegunungan dan perbukitan dengan kelas lereng mencapai 26-40% (agak curam s/d curam), serta kondisi sosekbud dan demografi yang makin menambah kerumitan dalam mencari alternative tools lain dalam mengintegrasikan serta menyebarkan informasi. Menghadapi kondisi seperti ini, saya yakin FrontlineSMS ini dapat memberikan solusi. Sebagai contoh, jika anda ingin mengetahui tentang informasi mengenai harga pupuk, maka cukup mengirimkan SMS dan segera akan mendapatkan informasi balik mengenai harga pupuk melalui SMS. Hanya itu. Sesederhana itu. Di manapun anda berada, anda akan mendapatkan informasi mengenai apa yang anda inginkan. Seandainya saja ini dapat diterapkan, petani di daerah Amfoang, Kabupaten Kupang, tidak perlu lagi melangkahkan kaki sejauh beratus-ratus kilometer yang ditempuh selama 12 jam, hanya untuk menanyakan ke toko distributor mengenai harga pupuk.
Lalu mengapa saya katakan “MURAH”? Dari perspektif “konsumen”, aplikasi ini cukup dioperasikan dengan bermodalkan ponsel yang dewasa ini telah dipunyai oleh semua orang. Bahkan ponsel telah mulai bergeser menuju barang primer terkait kebutuhan berkomunikasi. Dari perspektif serta “operator”, untuk mengoperasikan aplikasi ini cukup digunakan laptop/notebook/netbook/desktop dan modem yang digunakan sebagai server pelayanan pesan. Dan tak lupa, ini yang terpenting, apikasi FrontlineSMS ini GRATIS! Ya, gratis. Tanpa bayar (baca: opensources).
Kemudian, mengapa mengapa saya katakan “APLIKATIF”? Saya memilih frase ini sebab dalam beberapa kasus memperlihatkan bahwa ketika suatu teknologi sangat rumit dan mahal dalam pengoperasiannya, maka pada akhirnya akan ditinggalkan begitu saja ketika selesai masa proyek. Tapi, tidak demikian dengan aplikasi ini, yang memerlukan hanya “basic needs” dari semua orang, yaitu keinginan untuk berkomunikasi yang sebenarnya merupakan implikasi logis dari manusia sebagai mahluk sosial. Anda cukup mengirimkan SMS dengan katakunci (keyword) tertentu yang kemudian diterima oleh server administrator. Operator kemudian akan me-reply dengan sejumlah informasi sesuai yang diinginkan oleh sang pengirim SMS tadi. Tak sulit dan tak rumit. Dengan demikian, saya tak perlu lagi menjelaskan mengapa dikatakan sebagai “MUDAH”. Buktinya, seluruh peserta mampu mengoperasikan aplikasi ini, baik sebagai operator maupun sebagai pihak konsumen. Silahkan simak Gambar 1 berikut yang merupakan hasil kreasi saya dan juga ibu Wida Bunga, dosen Faperta UNDANA, yang mengangkat isu layanan informasi mengenai pertanian. Dapat terlihat pada gambar, jika seorang petani ingin mengetahui informasi mengenai musim tanam, maka cukup mengirimkan SMS ke nomor operator 081238016143 dan mengetik MT, maka akan langsung mendapatkan pesan balik, juga melalui SMS, mengenai informasi musim tanam yang diinginkan. Sederhana, bukan?
Gambar 1. Contoh Poster Aplikasi FrontlineSMS dengan Sejumlah Informasi Tambahan |
the use of GIS has become recognized as really a core administrative function of the department….. You have the ability to classify problems, do interpretation analysis and prediction, forensic and to solve problems more efficiently.Kita jauh tertinggal di belakang. Sebagai misal, konsekuensi logis dari sistem pertanian lahan kering (dryland agriculture) di NTT tidak terhindarkan dari eksistensi api dalam pengelolaan agroeksistem lahan. Tetapi informasi mengenai titik-panas (hotspot) ternyata tidak banyak tersedia, kecuali untuk isu-isu berdampak massif seperti kebakaran hutan di beberapa tempat di Indonesia yang terkadang akan melewatkan daerah NTT oleh karena minimnya tutupan hutan..
Setelah presentasi singkat mengenai pengantar GIS dan contoh aplikasinya dalam bidang kesehatan dan pemetaan dampak penambangan mangan di Timor Barat sekitar ± 30 menit oleh pemateri, pelatihan dilanjutkan dengan aplikasi langsung di lapangan. Dan inilah alasan mengapa saya katakan “melelahkan” tadi. Para peserta diajak langsung keluar ruangan, dibagikan alat penerima GPS (global positioning system) dan diperintahkan untuk mengelilingi lokasi di belakang kampus UNDANA sampai kembali di lokasi pelatihan, gedung Pascasarjana UNDANA. Bayangkan saja, waktu menunjukkan pukul 12.00 WITA dan kami peserta pelatihan mesti berjalan kaki mengambil sebanyak-banyaknya titik koordinat yang nantinya akan diinput pada tally sheet yang telah disiapkan disertai sejumlah informasi deskriptif lainnya (Gambar 2). Meski melelahkan, seluruh peserta merasakan kegembiraan oleh karena mendapatkan pengetahuan baru dalam hal pengoperasian alat penerima GPS yang kelihatannya tidak banyak peserta yang telah mengetahui sebelumnya. Setelah selesai melakukan pengambilan data tadi, maka dilanjutkan dengan input data pada software OpenJump yang juga sangat mudah. Data cukup diinput menggunakan MS Excel yang kemudian disimpan filenya dalam format CSV maka seluruh data tadi dapat langsung dapat ditampilkan sebagai data vektor yang pada OpenJump. Pada Gambar 2 terlihat hasil input titik koordinat pada 5 lokasi yang kemudian ditumpang-susun (overlay) pada citra yang diambil dari Google Earth. Sangat mudah. Saya membayangkan, seandainya saja teknologi sederhana ini dapat dalam penanganan isu-isu pengendalian hama terpadu, site-spesific dari penyebaran gulma penting, atau pola perpindahan dalam system tebas-bakar (slash-and-burn cultivation) yang merupakan beberapa ancaman primer pada pertanian lahan kering NTT, maka ini dapat menjadi “problem solving” di sektor pertanian di NTT, alih-alih terjebak dalam “business-as-usual” atau rutinitas semata.
Gambar 2. Beberapa Aktivitas Peserta dan Hasil Pelatihan software OpenJump |
Dari dua hari mengikuti kegiatan ini, saya paling tidak dapat memetik 3 penting: Pertama, saya memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan baru yang sangat bermanfaat terkait dengan aplikasi FrontlineSMS dan juga beberapa software GIS. Kedua, terdapat berbagai aplikasi dan software gratis yang dapat digunakan dalam pengolahan data GIS dengan fitur yang tidak kalah dari software berbayar yang harganya sangat mahal. Dan ketiga, pada akhirnya, saya mesti mengakui beruntung, saya tidak mengikuti sifat enggan terhadap ajakan senior sebagaimana saya sebut pada awal tulisan ini. Dengan mengikuti pelatihan ini, saya bukan saja mendapatkan informasi yang bernas dan sangat berguna, tetapi juga berinteraksi dengan peserta yang berasalh dari latar belakang pendidikan dan profesi yang berbeda. Tak ada satu pun peserta yang protes, malah justru terkaget-kaget, ketika waktu telah menunjukkan pukul 18.30 WITA dan hari telah gelap, baik pada hari pertama maupun kedua. Terimakasih kami ucapkan untuk Undana dan CDU yang telah memberikan kami kesempatan untuk mengikuti kegiatan pelatihan selama 2 hari ini.