Gerbang Kampus

Selamat datang di kampus Universitas Nusa Cendana, Kampus Baru, Jl. Adisucipto, Penfui, Kupang, NTT.

Rektorat Undana

Gedung Rektorat Undana tempat rektor, para pembantu rektor, para kepala biro dan jajarannya berkantor.

Kehidupan Kampus

Kampus Undana menyediakan fasilitas untuk mendorong mahasiswa aktif berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan kampus.

Praktikum Laboratorium

Undana menyelenggarakan pendidikan akademik dan pendidikan vokasi yang didukung dengan fasilitas memadai, di antaranya laboratorium.

Wisuda Sarjana dan Pascasarjana

Setiap tahun Undana mewisuda lulusan sarjana dan pascasarjana dari berbagai bidang ilmu dan pendidikan profesi.

Sabtu, 01 Agustus 2015

Keberpihakan kepada Tambang Rakyat: Penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia

Sebagai rangkaian dari pelaksanaan penelitian tambang rakyat, konsorsium penelitian yang terdiri atas Charles Darwin University (CDU), Australian National University (ANU), Universitas Nusa Cendana (Undana), dan Universitas Halu Oleo (UHO) bekerjasama dengan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat dan lembaga masyarakat sipil lainnya, baik pada tingkat nasional maupun lokal. Di antaranya, untuk pengembangan tambang rakyat, konsorsium bekerjasama dengan Asosiasi Tambang Rakyat Indonesia (APRI). Untuk menyiapkan APRI melakukan fasilitasi pengembangan tambang rakyat, perwakilan APRI diikutsertakan dalam berbagai kegiatan pelatihan yang dialksanakan sebagai persiapan pelaksanaan pengumpulan data yang akan dilakukan pada Agustus-November 2015. Dalam kaitan itu, APRI dilibatkan dalam pelatihan dampak lingkungan dan dampak sosial dan kesehatan yang diselenggarakan pada 27-31 Juli 2015 di Soe dan Kupang.

Keikutsertaan APRI dalam pelatihan tersebut dimanfaatkan juga untuk memformalisasi keterlibatan APRI dalam pelaksanaan penelitian melalui penandatanganan nota kesepahaman antara Ketua Umum APRI Ir. Gatot Sugiharto dan Rektor Undana Prof. Ir. Fredrik Lukas Benu, MSi., PhD. yang dilakukan bersamaan dengan acara penutupan pelatihan di Gedung Rektorat Undana pada 31 Juli 2015. Dalam kata sambutannya, Ketua Umum APRI memaparkan tujuan pendirian APRI dan maksud dilakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan Undana. "Sebagai organisasi kemasrakatan yang baru didirikan, selama ini APRI bekerja sendirian sehingga kami memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Kerjasama dengan Undana merupakan kerjasama pertama yang dilakukan APRI dengan perguruan tinggi sehingga diharapkan bisa menjadi model untuk kerjasama dengan perguruan tinggi lainnya.

Ketua Umum APRI menyampaikan bahwa berbagai peraturan perundang-undangan masih memposisikan tambang rakyat sebagai ilegal. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tambang sangat banyak, simak misalnya situs hukum online.com yang menayangkan peraturan perundang-undangan bidang Energi dan Sumberdaya MineralLingkungan HidupPengusahaan Hutan dan Perizinan UsahaPenyelenggaraan Urusan Pemerintahan Daerah, dan Penanaman Modal yang berkaitan dengan pertambangan. Meskipun perundang-undangan mengenai pertambangan sudah begitu banyak, belum ada peraturan perundang-undangan yang benar-benar berpihak kepada tambang rakyat sehingga "Indonesia telah merdeka sejak 1945, tetapi sampai kini kemerdekaan tersebut belum dirasakan oleh tambang rakyat", tandas Ketua Umum APRI. "Pertanian, kegiatan tertua yang dilakukan oleh manusia, juga menimbulkan dampak perubahan iklim, penggundulan hutan, kontroversi GMO, degradasi tanah, polusi pestisida dan polusi pupuk kimia, penurunan muka air tanah, dan sebagainya. Tapi semua itu seakan-akan dilupakan begitu saja ketika orang menuding tambang rakyat sebagai perusak lingkungan", tandas Ketua Umum APRI.

Menanggapi sambutan yang disampaikan oleh Ketua Apri, Rektor Undana menegaskan posisi Undana yang tidak bisa diam hanya sebagai penonton. "Sebagai lembaga perguruan tinggi Undana tidak bisa hanya menonton sebagai pihak yang netral. Undana ada karena pilihan dan karena itu Undana memilih untuk berpihak kepada rakyat", kata Rektor menegaskan. Rektor juga mengingatkan kembali ungkapan yang beredar ketika mengikuti simposium tambang rakyat di Darwin, 'Mining is not mine, but the impacts of mining are'. "Kita tidak bisa hanya menuding tambang rakyat sebagai perusak lingkungan, tetapi harus bisa membantu memperbaiki kondisi tambang rakyat, menjadikan tambang sebagai milik rakyat dan dengan begitu bisa menjadikannya lebih karib lingkungan", ungap Rektor. "Penandatanganan nota kesepakatan ini kita lakukan bukan sekedar sebagai formalisasi kerjasama, melainkan lebih kepada mkewujudkan keberpihakan Undana kepada tambang rakyat", kata Rektor mengakhiri sambutannya.


Selama ini memang telah dilakuka penelitian mengenai tambang rakyat. Mengenai tambang mangan di Timor, antara lain telah dilakukan penelitian mengenai risiko dan manfaat tambang mangan oleh Maxi Julians Rihi Dara yang hasilnya diterbitkan sebagai Working Paper No. 12 oleh IRGSC (Institute of Resource Governance and Social Change), sebuah lembaga think-tank yang didirikan oleh sejumlah kalangan intelektual di Kupang. Penelitian tersebut mengutip pertanyaan Richard (2005, ‘The role of minerals in sustainable human development’, p. 27) yang dijawab sendiri, "Are the impacts from mining always negative? No, of course not, but often greatest benefits are felt by a very few at the expense of others". Tantangannya tentu saja sangat jelas, harus ada pihak yang membantu rakyat memperoleh lebih banyak manfaat dari pertambangan. Dan itu baru bisa dilakukan bila ada pihak yang berpihak kepada tambang rakyat.

Tambang rakyat memang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan. Tapi bila terus diposisikan sebagai ilegal dan dimusuhi, tidak akan ada yang bisa mengelola dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh tambang rakyat. "Tidak akan ada AMDAL dan UKL/UPL untuk tambang rakyat sepanjang tambang rakyat dikategorikan ilegal", kata Ketua Umum APRI Ir. Gatot Sugiharto dalam kesempatan bincang-bincang sebelum penandatanganan nota kesepahaman. Dalam kaitan itu mungkin perlu direnungkan tulisan Leo Tolstoy, Writings on Civil Disobedience and Non-Violence (1886), “I sit on a man’s back, choking him and making him carry me, and yet assure myself and others that I am very sorry for him and wish to ease his lot by all possible means – except by getting off his back.” Sangat naif mengaku membela rakyat kecil tetapi memusuhi tambang rakyat, menyatakan diri anti tambang tanpa membedakan siapa yang melakukan penambangan dengan cara 'memanfaatkan' rakyat. Hanya melalui keberpihakan kepada tambang rakyat baru bisa membangun dunia tambang yang berkelanjutan.

Dalam kaitan dengan penelitian dampak tambang skala kecil di Indonesia Timur yang dilaksanakan oleh konsorsium, APRI akan diberikan porsi menjalin kerjasama dengan LSM lokal untuk memfasilitasi pengembangan tambang yang lebih berpihak kepada rakyat dan lingkungan hidup, yang oleh APRI disebut 'green mining' sebagaimana yang telah dilakukan oleh APRI bersama dengan LSM nasional dan lokal di Wawengkon Kasepuhan Cisitu, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, di pedalaman Provinsi Banten. Berkat pendampingan APRI penambangan emas di wawengkon kasepuhan berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat dan meminimalisasi dampak lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan air raksa (mercury), yang kini diupayakan untuk digantikan. Berkaitan dengan itu, selama 1-4 Agustus 2015 Ketua Umum dan Sekretaris Jendral APRI Ir. Syafei Kadarusma akan berkunjung ke desa-desa lokasi tambang dan bertemu dengan Bupati Kupang dan Bupati Timor Tengah Selatan serta dengan sejumlah kalangan LSM untuk menjajagi kemungkinan melakukan pendampingan sebagaimana yang telah dilakukan di Kasepuhan Cisitu.

Penandatanganan nota kesepahaman antara APRI dan Undana diakhiri dengan saling tukar cindra mata. Ketua Umum APRI Ir. Gatot Sugiharto menyerahkan cincin batu akik kepada Rektor Undana, sedangkan Rektor Undana Prof. Ir. Fredrik Lukas Benu menyerahkan plakat Undana. "Cincin ini merupakan cincin batu akik yang pertama kali melingkar di jari saya", kata Rektor, "dan plakat Undana ini saya serahkan untuk selalu mengingatkan kawan-kawan di APRI bahwa Undana berpihak kepada tambang rakyat". Tidak lupa Ketua Umum APRI menyarakkan agar plakat Undana dibuat dengan dasar marmer hasil tambang rakyat dan menyampaikan terima kasih telah dberikan kesempatan untuk bekerjasama dengan Undana. Acara penandatanganan nota kesepahaman diakhiri dengan foto bersama yang masih dilanjutkan dengan acara ramah tamah.

Keberpihakan kepada Tambang Rakyat: Bekerjasama dengan CDU dan ANU Melaksanakan Pelatihan Dampak Tambang Rakyat

Tambang rakyat merupakan kegiatan penambangan skala kecil yang dilaksanakan oleh masyarakat, baik secara perorangan maupun kelompok. Di banyak negara, tambang rakyat dikategorikan sebagai tambang informal, tetapi di Indonesia masih dikategorikan sebagai tambang ilegal. Karena dikategorikan sebagai ilegal maka dampak yang ditimbulkan, baik dampak positif maupun negatif, tidak dapat dikelola dengan baik. Karena itu, tambang rakyat sering menimbulkan berbagai dampak yang merugikan, baik dampak lingkungan fisik maupun dampak lingkungan sosial dan kesehatan. Menyadari permasalahan ini maka bekerjasama dengan Charles Darwin University dan Australian National University, Undana menyelenggarakan pelatihan pengelolaan dampak tambang skala kecil pada 27-31 Juli 2015 di Soe dan di Kupang. Pelatihan tersebut merupakan bagian dari penelitian dampak tambang sekala kecil di Indonesia Timur yang berlokasi di DAS Noelmina, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan di Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Pelatihan diselenggarakan karena hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa tambang rakyat merupakan sumber pendapatan tunai yang cukup penting bagi masyarakat perdesaan. Namun karena dikategorikan ilegal, tidak dilakukan pengelolaan dampak sebagaimana semestinya. Alih-alih dilakukan pengelolaan, berbagai pihak justru menyudutkan tambang rakyat sebagai kegiatan yang merusak lingkungan hidup. Padahal, dibandingkan dengan tambang skala besar yang dilakukan oleh perusahaan tambang, dampak negatif yang ditimbulkan oleh tambang rakyat sebenarnya tidak seberapa. Lagi pula, dampak negatif yang ditimbulkan oleh tambang rakyat tersebut timbul karena tambang rakyat tidak dikelola sebagaimana mestinya. Dampak negatif yang selalu dituduhkan ditimbulkan oleh tambang rakyat adalah erosi dan sedimentasi, pencemaran air, kecelakaan kerja, dan dampak negatif terhadap kesehatan.

Menyikapi temuan penelitian pendahuluan tersebut dan untuk merencanakan pelaksanaan penelitian selanjutnya pada Agustus-November 2015 maka dilaksanakan pelatihan dampak erosi dan sedimentasi serta dampak sosial dan kesehatan di Soe dan Kupang. Pelatihan dampak pencemaran air serta dampak sosial dan kesehatan akan dilaksanakan sebagai bagian dari penelitian di Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian dampak erosi dan sedimentasi serta dampak sosial dan kesehatan di Soe dan Kupang sedianya dilaksanakan bersamaan. Namun karena narasumber dari ANU berhalangan maka pelatihan dampak sosial dan kesehatan ditunda sampai Agustus sehingga yang dilaksanakan hanya pelatihan dampak erosi dan sedimentasi dengan narasumber Mr. Rohan Fisher dari CDU dan Dr. Sara Beavis dari ANU. Pelatihan ddikuti oleh perwakilan Undana, BLHD dan Dinas Pertambangan Provinsi NTT, BLHD dan Dinas Pertambangan Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan, serta LSM CIS Timor dan CARE NTT. Pelaksanaan diawali dengan pemaparan oleh narasumber, dilanjutkan dengan kunjungan ke dua desa di setiap kabupaten lokasi penelitian, dan diakhiri dengan pembahasan untuk menetapkan metodologi pengumpulan data yang akan dilaksanakan pada saat pelaksanaan penelitian.

Dampak lingkungan fisik yang ditimbulkan oleh tambang rakyat tentu saja bukan hanya erosi dan sedimentasi. Dampak lingkungan lainnya yang juga bisa terjadi adalah kerusakan kawasan hutan dan berbagai dampak ikutannya. Erosi dan sedimentasi juga bukan disebabkan semata-mata oleh tambang rakyat, melainkan juga oleh kegiatan perladangan tebas bakar yang dilaksanakan hampir di seluruh lokasi penelitian. Selain itu, erosi dan sedimentasi juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kondisi geologi, tanah, topografi, tutupan lahan, dan iklim di lokasi penelitian, yang secara alami memang rawan erosi dan longsor. Kenyataan ini tentu menimbulkan permasalahan tersendiri dalam mengukur dampak erosi dan sedimentasi yang ditimbulkan oleh tambang rakyat sehingga secara metodologis harus diantisipasi agar tambang rakyat tidak dituding sebagai satu-satunya penyebab. Bagaimana cara mengantisipasi kesulitan metodologis tersebut merupakan tugas dari tim dampak lingkungan fisik yang dipimpin oleh Mr. Rohan Fisher dan Dr. Sara Beavis. Sistem Informasi Geografik (SIG) diputuskan sebagai instrumen untuk mengantisipasi kesulitan tersebut, tetapi perlu diingat bahwa sehebat apapun SIG, ia tetap harus diposisikan sebagai instrumen dalam pelaksanaan penelitian ini nanti.

Pelatihan dampak sosial dan kesehatan akan dinarasumberi oleh Prof. Andrew McWilliams dari ANU dan Dr. Natasha Stacey dari CDU. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, dampak sosial dan kesehatan yang ditimbulkan oleh tambang rakyat di Timor Barat dan di Kabupaten Bombana sangat kompleks, timbul terutama karena tambang rakyat dikategorikan ilegal. Oleh karena itu, diharapkan penelitian mengenai dampak sosial dan kesehatan masyarakat ini diawali dengan terlebih dahulu mengurai benang kusut begitu banyak peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pertambangan dan penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh berbagai pihak, antara lain working paper mengenai risiko dan manfaat tambang mangan yang dipublikasikan oleh IRGSC, sebuah lembaga think-tank di Kupang. Penguraian benang kusut peraturan perundang-undangan perlu dilakukan mengingat posisi tambang rakyat yang sampai pada saat ini belum diposisikan sebagaimana mestinya oleh pemerintah.

Diterima atau tidak, pertambangan tetap akan ada. Sebab sebagaimana sumber penghidupan lainnya seperti pertanian, perkebunan, perikanan, perburuhan, dan sebagainya, pertambangan adalah juga sumber penghidupan. Apakah pertanian, perkebunan, perikanan, perburuhan dan sebagainya itu selalu hanya berdampak positif sehingga dapat memberikan lebih banyak manfaat kepada masyarakat banyak? Berbagai dampak negatif pertanian dan perkebunan terhadap lingkungan hidup telah banyak dibahas, simak misalnya, yang paling dasar oleh Wikipedia dan yang tingkat lanjut oleh  GRACE Communications Foundation, demikian juga berbagai konflik antara perkebunan besar dan masyarakat. Tantangannya tentu saja sangat jelas, bukan dengan memusuhi pertanian atau perkebunan sebagai perikehidupan (livelihoods), melainkan mengupayakan bagaimana agar pertambangan dapat memberikan manfaat kepada lebih banyak anggota masyarakat.


Keterlibatan Undana dalam penelitian tambang rakyat bertujuan tentu saja bukan untuk mendukung perusahaan besar pertambangan. Melainkan, keterlibatan Undana dimaksudkan terutama untuk menunjukkan keberpihakan kepada tambang rakyat, sebagaimana disampaikan oleh Rektor Undana dalam sambutan penutupan pelatihan, "Sebagai lembaga perguruan tinggi Undana tidak bisa hanya menonton sebagai pihak yang netral. Undana ada karena pilihan dan karena itu Undana memilih untuk berpihak kepada rakyat". Pun ilmu pengetahuan itu sendiri bukanlah sesuatu yang benar-benar netral, sesuatu yang benar-benar bebas nilai. Karena itu, Undana melibatkan diri dalam penelitian dampak tambang skala kecil di Indonesia Timur sebagai upaya untuk mewujudkan posisi yang diambil Undana dalam kepemimpinan saat ini: keberpihakan kepada rakyat. Dengan semangat tersebut pula Undana menjalin kerjasama dengan Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI), yang juga berpartisipasi dalam pelatihan, untuk mendukung pengembangan tambang rakyat di Indonesia.


Selasa, 07 Juli 2015

Membangun Kerjasama Pembimbingan Bersama Mahasiswa Program Doktor dengan Universitas di Australia

Di bawah kepemimpinan Rektor Prof. Fred Benu, Undana berusaha untuk menggalang kerjasama pembimbingan bersama mahasiswa program doktor dengan beberapa universitas di Australia. Menurut Rektor, kerjasama tersebut diperlukan untuk membantu mahasiswa dapat memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk menyelesaikan pendidikan program doktor. Di antaranya, persyaratan yang dirasakan sangat memberatkan adalah persyaratan publikasi pada jurnal ilmiah internasional. Persyaratan tersebut memberatkan bukan hanya bagi kalangan mahasiswa, tetapi juga bagi kalangan promotor dan kopromotor, bahkan juga bagi pimpinan Pascasarjana yang mengelola program doktor di lingkungan Undana. Untuk membantu mengatasi kesulitan tersebut, Rektor menugaskan Pembantu Rektor IV Bidang Kerjasama dan Alumni untuk menggalang kerjasama dengan universitas di Australia.

Sebagai bagian dari upaya yang dilakukan oleh PR IV Undana, telah hadir di Undana Direktur Research Institute for the Environment and Livelihoods (RIEL), Charles Darwin University (CDU), Prof. Andrew Campbell. Dari diskusi panjang dengan Prof. Andrew Cambell dapat disimpulkan bahwa RIEL pada dasarnya siap membantu. Hanya saja, untuk maksud tersebut RIEL mempersyaratkan bahwa untuk dapat memperoleh promotor atau kopromotor dari RIEL, mahasiswa program doktor Pascasarjana Undana harus dapat memenuhi persyaratan kemampuan Bahasa Inggris yang ditetapkan oleh CDU. Persyaratan ini tentu sangat sulit dapat dipenuhi mengingat ketika diterima menjadi mahasiswa program doktor di Pascasarjana Undana, calon mahasiswa program doktor yang mendaftar tidak dipersyaratkan untuk mempunyai kemampuan Bahasa Inggris sebagaimana dipersyaratkan. Bukan hanya itu, tidak semua dosen Undana yang telah ditetapkan sebagai promotor maupun kopromotor menguasai Bahasa Inggris secara aktif sehingga bisa berdiskusi dengan rekan dari RIEL yang akan ditunjuk sebagai promotor atau kopromotor.

Pihak CDU yang juga hadir di Undana sebagai bagian dari upaya PR IV untuk membantu Pascasarjana Undana adalah Prof. Ruth Wallace, Directur The Northern Institute, CDU. The Northern Institute, merupakan lembaga penelitian lintas bidang ilmu yang mendapat mandat pengembangan kawasan Utara Australia. Setelah mewawancarai beberapa mahasiswa program doktor Undana, Prof Ruth Walace menyetujui untuk menjadi promotor atau kopromotor tanpa menyebutkan bahwa mahasiswa harus memenuhi persyaratan kemampuan Bahasa Inggris yang ditetapkan oleh CDU. Hanya saja, Prof. Ruth Wallace, dalam bincang-bincang dengan PR IV setelah selesai melakukan wawancara, menyatakan bahwa akan sangat membantu bila mahasiswa mampu berbahasa Inggris secara aktif. Sebab, menurut Prof Ruth Wallace, kemampuan bahasa Inggris akan membantu mahasiswa dapat meningkatkan wawasan ilmiah mereka sehingga mampu menyusun proposal penelitian yang layak disebut sebagai proposal penelitian disertasi. Dengan kemampuan Bahasa Inggris yang memadai, menurut beliau, mahasiswa dapat membaca disertasi dari berbagai universitas Australia yang dapat diakses secara gratis, sehingga dapat membedakan disertasi dari tesis dan dari skripsi.

Pihak universitas Australia yang juga telah hadir sebagai bagian dari upaya untuk membantu mahasiswa program doktor Pascasarjana Undana adalah Dr. Rao Rachaputi, senior research fellow Centre for Plant Science (CPS), Queensland Alliance for Agriculture and Food Inovation (QAAFI), The University of Queensland. Selain menyampaikan persyaratan kemampuan Bahasa Inggris, Dr. Rao Rachaputi juga menyampaikan, terutama berkaitan dengan unit yang akan melaksanakan implementasi di antara kedua universitas. Dr. Rao Rachaputi menyatakan bahwa di UQ dan universitas-universitas lainnya di Australia, mahasiswa program doktor berafiliasi dengan lembaga penelitian dalam proses pembimbingan penelitian disertasi. Universitas-universitas di Australia pada umumnya tidak mempunyai program khusus Pascasarjana karena mahasiswa program master dan program doktor berafiliasi dengan sekolah (school) atau jurusan (department) hanya dalam kaitan dengan pelaksanaan perkuliahan, sedangkan untuk penelitian, berafiliasi dengan lembaga penelitian sebagaimana di UQ berafiliasi dengan pusat-pusat di lingkungan QAAFI.

Dr. Rao Rachaputi menambahkan bahwa ketika menerima seseorang menjadi mahasiswa program doktor, universitas seharusnya sudah memastikan siapa yang menjadi promotor sehingga dengan demikian mahasiswa langsung berafiliasi ke lembaga penelitian afiliasi promotor yang ditetapkan. Mahasiswa juga dapat memperoleh bantuan dana penelitian karena dosen yang dapat menerima mahasiswa program doktor hanya dosen yang mempunyai proyek penelitian yang dapat mendanai penelitian mahasiswa yang akan dibimbingnya. Berkaitan dengan penjelasan yang disampaikan oleh Dr. Rao Rachaputi tersebut, implementasi kerjasama dilakukan oleh lembaga di universitas di Australia, misalnya QAAFI di UQ, dengan lembaga yang kira-kira mempunyai tugas pokok dan fungsi yang serupa di Undana, sehingga memungkinkan untuk mengembangkan program penelitian bersama untuk mendanai penelitian mahasiswa yang akan dibimbing bersama. Kewenangan untuk pengembangan program penelitian bersama tersebut tentu saja tidak dimiliki oleh Pascasarjana, melainkan oleh Lembaga Penelitian yang, sesuai dengan ketentuan di Indonesia, tidak mempunyai mahasiswa.

Dari pembicaraan dengan ketiga perwakilan universitas Australia di atas tersirat bahwa Undana, khususnya Pascasarjana, perlu melakukan persiapan lebih matang dalam membangun kerjasama dengan universitas luar negeri. Persiapan tersebut diperlukan untuk mengatasi kendala yang dihadapi dalam menggalang kerjasama dengan pihak luar negeri. Selain kemampuan bahasa Inggris yang selama ini menjadi kendala yang sangat dominan, juga timbul kendala dalam kaitan dengan tugas pokok dan fungsi institusi di mana mahasiswa program doktor berafiliasi. Kendala lainnya adalah panduan penyelenggaraan program, panduan penulisan disertasi, dan panduan etika penelitian yang harus disiapkan dwibahasa, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Belum lagi soal panduan mengenai pemrosesan dan pengeluaran persetujuan etik (ethical clearance), yang wajib dilalui oleh mahasiswa program doktor dalam melaksanakan penelitian disertasi. Sesuai dengan bidang penelitiannya, mahasiswa bisa memerlukan persetujuan etik penelitian medis (medical ethics clearance), persetujuan etik penelitian hewan (animal ethics clearance), dan persetujuan etik penelitian masyarakat (human ethics clearance). Pertanyaannya, unit mana yang mengelola dan mengeluarkan persetujuan etik tersebut? Untuk penelitian yang melibatkan masyarakat, bagaimana format aplikasi untuk memperolehnya, contoh pernyataan kesediaan berpasridipasi (consent form), contoh penyampaian informasi (information form) kepada partisipan, dsb.

Panduan penyelengaraan program dan panduan penulisan disertasi diperlukan sebagai jaminan kualitas (quality assurance) terhadap proses dan keluaran program doktor yang diselenggarakan Pascasarjana. Misalnya saja, apakah orang yang mendaftar sebagai mahasiswa program doktor cukup hanya menlengkapi persyaratan administrasi sebagaimana halnya mendaftar untuk menjadi mahasiswa program sarjana atau harus menyertakan proposal penelitian disertasi sebagaimana lazim di kalangan universitas luar negeri. Juga apakah orang yang mendaftar harus memperoleh calon promotor terlebih dahulu atau calon promotor dialokasikan setelah mahasiswa memprogramkan disertasi, seperti ketika seorang mahasiwa program sarjana memprogramkan skripsi. Lalu bagaimana dengan kriteria agar sebuah karya ilmiah layak disebut sebuah disertasi sebagaimana di negara-negara lain sehingga bisa dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional, sebagaimana yang dipersyaratkan oleh pemerintah.

Juga tidak kalah penting adalah rambu-rambu batas bidang ilmu, kapan sebuah karya ilmiah dapat dikategorikan sebagai karya ilmiah bidang ilmu murni yang bebas nilai dan bidang ilmu terapan yang tidak bebas nilai. Jangan sampai terjadi, mahasiswa biologi membuat tesis atau disertasi mengenai hama atau penyakit tanaman sebab mahluk hidup dikategorikan sebagai hama atau penyebab penyakit berdasarkan nilai yang diberikan oleh manusia dengan merujuk kepada terapan dalam bidang pertanian. Jangan sampai ada mahasiswa ilmu kebumian meneliti mengenai kesuburan tanah sebab tanah dikategorikan sebagai subur atau tidak subur berdasarkan nilai yang diberikan oleh manusia untuk kepentingan terapan bidang pertanian. Bukan hanya itu, rambu-rambu juga perlu ditegakkan untuk ilmu antar bidang seperti ilmu lingkungan. Bidang yang dikaji dalam ilmu lingkungan memang bisa bermacam-macam, tetapi ilmu lingkungan mempunyai metodologi khusus sebagai rambu-rambu pembatas dengan bidang ilmu lain. Dengan begitu maka ilmu lingkungan tidak harus dijadikan ilmu gado-gado, apa saja boleh dan siapa saja boleh mengajar dan membimbing asalkan mempunyai gelar akademik doktor dan jabatan akademik profesor.

Ketika menyampaikan pidato wisuda pada acara wisuda periode kedua tahun 2015 Rektor menggarisbawahi perlunya penyiapan sarana dan prasarana yang memadai sebelum menetapkan persyaratan berat bagi mahasiswa untuk menyelesaikan program pendidikan tertentu. Sebelum mewajibkan mahasiswa program doktor untuk melakukan publikasi internasional seharusnya terlebih dahulu dipersiapkan kemampuan bahasa Inggris mahasiswa program doktor. Bukan hanya itu, kualifikasi dosen yang boleh menjadi promotor dan kopromotor perlu diimbangi dengan kemampuan Bahasa Inggris dan kemampuan publikasi internasional, bukan hanya sekedar pendidikan doktor atau jabatan akademik profesor. Tetapi bahwa kewajiban tersebut dikeluarkan karena alasan bahwa kemampuan publikasi internasional Indonesia jauh di bawah kemampuan negara tetangga maka beban kewajiban itu seharusnya ditimpakan bukan kepada mahasiswa. Melainkan, kewajiban itu seharusnya ditimpakan kepada para doktor dan profesor yang karena gelar dan jabatan akademiknya berwenang menghitamputihkan proses pendidikan program doktor di negeri ini.

Memang tidak mudah membangun kerjasama dengan universitas luar yang tradisi akademiknya berbeda. Tetapi itu bukan tidak mungkin bisa dilakukan. Asalkan semua pihak berkomitmen untuk membenahi diri. Pascasarjana Undana tentu saja mempunyai komitmen itu, komitmen untuk senantiasa berusaha berbenah agar bisa menjadi lebih baik secara akademik. Untuk itu Pascasarjana Undana perlu segera metetapkan rambu-rambu pembimbiungan, panduan penyelenggaraan program, panduan penulisan tesis dan disertasi, panduan ijin etik, dan hal-hal dasar lain yang diperlukan untuk memungkinkan kerjasama dapat diteruskan. Kalau sudah ada dalam Bahasa Indonesia maka yang mendesak untuk dilakukan adalah membuat terjemahan resminya dalam Bahasa Inggris. Pascasarjana Undana tentu saja akan melakukan itu. Bukan saja karena itu untuk kepentingan membangun kerjasama dengan pihak luar, melainkan untuk meningkatkan pelayanan kepada mahasiswa yang telah memilih kuliah di Pascasarjana Undana.

Minggu, 05 Juli 2015

Pidato Rektor pada Wisuda Magister, Profesi, dan Sarjana Undana Periode II pada Sabtu, 27 Juni 2015

Yth. Gubernur NTT yang diwakili oleh Staf Ahli Gubernur Bidang Politik dan Pemerintahan;
Yth. Danrem 161 Wirasatya yang diwakili oleh Pasi Intel Korem 161 Wirasatya;
Yth. Danlanud El Tari yang diwakili oleh Kasi BMN Logistik Lanud El Tari;
Yth. Kapolda NTT yang diwakili oleh Kasubdit Bimtimlu Ditbimas Polda NTT;
Yth. Ketua Pengadilan Tinggi Kupang yang diwakili oleh Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Kupang;
Yth. Ketua dan Wakil Ketua II Dharma Wanita Persatuan Undana;
Yth. Kedua Badan Narkotika Nasional Provinsi NTT;
Yth. Ketua APU Undana;
Yth. Perwakilan Bank mitra kerjasama;
Yth. Para orang tua/wali wisudawan/wisudawati;
Para wisudawan/wisudawati yang berbahagia.

Selamat pagi, assalamualaikum wr. wb., om swastiastu,
Wisuda merupakan saat yang membahagiakan bagi wisudawan/wisudawati dan tentu saja juga bagi para orang tua/wali dan para pendidik. Setelah melalui proses pendidikan yang panjang penuh dengan suka dan duka, hari ini para wisudawan/wisudawati hadir di sini untuk mengikuti Wisuda Periode II 2015. Sampai dengan wisuda kali ini, Undana telah menghasilkan 48.899 wisudawan/wisudawati, yang terdiri atas 973 magister, 42 profesi, dan 48.065 sarjana. Di antara para wisudawan/wisudawati terdapat 1.496 sarjana lulusan program afirmasi Sarjana Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan (SKGJ).

Hadirin yang saya muliakan,
Pada prosesi wisuda periode yang lalu, saya telah mengatakan bahwa dunia pendidikan tinggi harus terus mendorong upaya penguatan unsur kebudayaan nasional sebagai bagian dari struktur nilai kemanusian yang bersifat universal. Komitmen ini harus terus disuarakan, sekalipun secara struktur politik, kita telah terpisah dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.  Jika kita mengabaikan komponen kebudayaan nasional, khususnya karakter kebangsaan, maka dunia pendidikan tinggi sesungguhnya tidak membebaskan, tetapi malah membelenggu anak didik.  Pendidikan hanya akan menggiring anak didik ke dalam jebakan “mesin efisiensi global” dengan tujuan akhir “profit”, berorientasi pragmatis, kehilangan identitas kemanusiaan dengan berdiri sebagai warga global yang miskin akan nilai-nilai karakter kebangsaan dan kemanusiaan.

Pendidikan seharusnya memanusiakan manusia, bukan hanya menjadikan manusia sebagai sumberdaya. Untuk memanusiakan manusia diperlukan pendidikan yang membebaskan dari ketertindasan, bukan justeru menindas untuk menjadikan manusia sekedar mempunyai kompetensi keilmuan dan keterampilan untuk dipasarkan sebagai sumberdaya manusia (human resources). Sebagaimana dikatakan oleh Bapak Pendidikan Pembebasan Paulo Friere:
There is no such thing as a neutral education process. Education either functions as an instrument which is used to facilitate the integration of generations into the logic of the present system and bring about conformity to it, or it becomes the 'practice of freedom', the means by which men and women deal critically with reality and discover how to participate in the transformation of their world.
Adalah seharusnya menjadi tugas kita untuk menjadikan pendidikan sebagai ‘the practice of freedom’, pendidikan untuk membebaskan manusia. Tetapi dengan sistem yang dikembangkan sekarang, pendidikan justru didorong sekedar untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang berkompetensi akademik dan berketerampilan “to facilitate the integration of generations into the logic of the present system”, dan kehilangan jati diri kemanusiannya.

Muatan pendidikan karakter –humanities and art– cenderung dimarginalkan dalam struktur kurikulum pada sekolah dasar dan menengah bahkan lebih-lebih lagi pada struktur kurikulum pendidikan tinggi. Muatan pendidikan karakter tersebut cenderung dipandang oleh pembuat kebijakan sebagai hiasan yang kurang bermanfaat (useless frills), tidak bermanfaat dalam upaya untuk bertahan pada pasar global yang sangat kompetitif, dalam mendesign suatu generasi masa depan yang unggul. Muatan-muatan seperti ini seperti hilang dalam struktur kurikulum dunia pendidikan kita, dihapus dalam pemikiran dan bahkan (perasaan) hati para orang tua dan anak-anak.

Pendidikan yang memarginalkan pembangunan karakter tersebut tampak sangat jelas dari penempatan pendidikan karakter sekedar sebagai softskill, sebagai “keterampilan lunak” yang capaiannya diukur sekedar sebagai bagian dari capaian kompetensi akademik. Pendidikan yang hanya mengejar kompetensi akademik dan keterampilan, tanpa diimbangi dengan pembangunan karakter, cepat atau lambat akan menghilangkan sisi kemanusian dari manusia, mendorong anak didik dan pendidik untuk mengalami dehumanisasi. Pendidikan seperti ini telah kehilangan perannya sebagai apa yang Paulo Friere sebut “conscientization”, kesadaran untuk meningkatkan kualitas kemanusiaan manusia secara sadar ("consciousness raising" and "critical consciousness").

Hadirin yang saya hormati,
Perkembangan dan kemajuan global saat ini menghadapi ancaman krisis dalam jangka panjang yang sangat berdampak terhadap masa depan demokrasi,  dan pemerintahan itu sendiri.  Bukan krisis ekonomi yang dampaknya telah dirasakan dan banyak pemerintah telah mengantisipasi strategi penanganannya, tapi  krisis yang saya maksudkan adalah krisis pendidikan yang sangat meluas. Perubahan radikal yang saya maksudkan adalah perubahan sistem pendidikan menjadi sistem yang lebih mengutamakan tujuan pencapaian profit dan manfaat ekonomi dalam bentuk sistem pendidikan nasional yang mendewakan aspek kompetensi akademik dan keterampilan penguasaan teknonlogi.

Padahal, bahkan ahli ekonomi yang menjunjung tinggi orientasi efisiensi dan tujuan pencapaian profit seperti John Stuart Mill (1967), memberikan pujian terhadap sistem pendidikan tinggi yang memberikan ruang dan kebebasan secara luas bagi pembangunan. Pemimpin spiritual Tibet, Dalai Lama, mengatakan bahwa ia berharap suatu hari nanti, dunia pendidikan akan memberikan ruang terhadap apa yang disebutnya sebagai “education of the heart”. Ia berharap pada waktunya nanti ada ruang di mana kita dapat menjamin bahwa anak-anak kita belajar-sebagai bagian dari kurikulum sekolah, nilai utama dari belas-kasihan, kepedulian, keadilan dan pengampunan (The Wisdom of Compassion, 2015).

Institusi pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar sampai pada perguruan tinggi, seharusnya menciptakan atmosfer proses belajar mengajar yang membebaskan anak didik dari tekanan dan keterbelengguan.  Tekanan dan keterbelengguan karena struktur kurikulum yang sangat memberatkan, karena tuntutan uniformity, karena tuntutan target material satuan pelajaran, karena tuntutan tingginya beban tugas akhir dan sebagainya. Dunia pendidikan formal seharusnya dikembangkan ke arah di mana anak didik merasakan sekolah sebagai “rumah” kedua. Jangan heran, karena sistem pendidikan yang membelengu, di sejumlah kota besar telah banyak berkembang sistem pendidikan alternatif berupa “home schooling” bagi kelompok anak yang berasal dari keluarga yang mapan secara ekonomi. Selain itu juga berkembang sistem pendidikan non-formal yang dikembangkan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat bagi anak-anak jalanan dan keluarga kurang mampu.

Semuanya ini terjadi karena masyarakat sesungguhnya membutuhkan suatu sistem pendidikan yang membebaskan, suatu sistem pendidikan yang lebih memanusiakan manusia. Suatu sistem pendidikan yang bisa membebaskan generasi muda dari kebodohan dan keterbelakangan, tapi pada saat yang sama juga membebaskan mereka dari tekanan dan keterbelengguan karena sistem pendidikan itu sendiri. Bahkan Milton Friedman pun pernah mengatakan:
A society that puts equality before freedom will get neither. But, a society that puts freedom before equality will get a high degree of both.
Dalam kaitan dengan hal ini, kita juga perlu mengkritisi Standard Nasional Pendidikan Tinggi 2014 dengan cengkraman beban SKS dan target penyelesaian tugas akhir termasuk publikasi journal ilmiah nasional/internasional yang terkesan dipaksa untuk dilaksanakan pada saat infrastruktur yang memungkinkan pencapaian standar dimaksud masih jauh dari kata “ideal”. Mahasiswa dipaksa untuk menanggung beban kegagalan sistem pendidikan tinggi yang selama ini ternyata kurang berhasil mendorong indeks sitasi internasional (international citation index) sehingga kita menjasi jauh tertinggal dari negara tetangga serumpun yang dahulu pernah mendatangkan guru dan dosen dari Indonesia.

Hadirin yang mulia,
Kebijakan nasional mengenai pendidikan formal, suka atau tidak, didesain dengan sejumlah kepentingan politik.  Kita boleh mencatat bahwa kebijakan nasional tentang pendidikan begitu mudah mengalami perubahan arah dan orientasi jangka panjang begitu terjadi perubahan politik di tingkat nasional. Cato Institute (2012), pada laman websitenya www.cato.org/eucation-wiki menyebutkan:
When government provides the schooling, questions of curriculum, pedagogy, morality are decided through the zero-sum political system. Since the system creates winners and losers, government too often pits citizens against each other.
Padahal sebelumnya kita sudah banyak berdiskusi panjang –menghabiskan waktu, tenaga, pikiran bahkan finansial– untuk mendesain pengembangan pendidikan nasional 25 tahun ke depan. Kebijakan pendidikan yang diwarnai kepentingan politik, yang menciptakan winners and losers, tentu saja tidak bisa membebaskan, tidak bisa menciptakan proses pembelajaran yang bisa membangun kesadaran untuk meningkatkan kualitas kemanusiaan manusia secara sadar ("consciousness raising" and "critical consciousness")

Kebijakan pengembangan sistem pendidikan semacam ini mendorong orang untuk mengejar gelar akademik tanpa mempedulikan bagaimana gelar akademik itu diperoleh, alih-alih mempedulikan pembelajaran yang seharusnya menjadi jadi diri sebuah gelar akademik. Gelar akademik dipandang lebih sebagai titik akhir, bukan sebagai tonggak-tonggak antara dalam proses panjang pembelajaran. Oleh karena itu kita tidak perlu heran melihat orang mencantumkan gelar akademik berderet-deret. Kebutuhan untuk mencantumkan gelar berderet-deret seperti itulah, bukannya kebutuhan untuk membangun “conscientization”, yang pada akhirnya mendorong maraknya gelar akademik ilegal. Kita menjadi manusia yang merasa terdidik karena gelar akademik, bukannya gelar akademik menjadikan kita lebih terdidik (dan tahu diri). Pendidikan seperti ini menggiring orang menjadi merasa tahu dan menggunakan perasaan tahu itu sebagai ajang meraih kekuasaan yang mendominasi sekitarnya, bukan menerangi sekitarnya.

Karya akademik pun menjadi sekedar barang dagangan. Orang dapat memesan skripsi, tesis, dan bahkan disertasi. Orang mengejar publikasi internasional dengan membayar jasa penerjemah supaya bisa merasa berkualitas global tanpa perlu belajar bahasa internasional. Jasa penerbitan memanfaatkan ‘kebutuhan’ ini sebagai peluang pasar. Apakah nanti ada yang membaca apa yang diterbitkan, tidak lagi menjadi begitu penting. Sejauh mana penelitian dan publikasi yang dihasilkan bisa memanusiakan masyarakat, tidak lagi menjadi penting. Karena itu jangan tanyakan, sejauh mana penelitian dan publikasinya telah dapat membantu masyarakat mengatasi deraan berbagai persoalan.

Hadirin yang berbahagia,
Tentu saja kita tidak boleh menyerah. Karena bila kecenderungan ini kita biarkan terus terjadi maka kita sebenarnya sedang meragakan apa yang diprediksikan dengan sangat mengerikan oleh Rabindranath Tagore bahwa kita sedang memproduksi suatu generasi seperti mesin yang handal, dari pada sebagai warga bangsa yang mempunyai kemampuan berpikir bagi mereka sendiri serta memahami secara signifikan persoalan orang lain serta pencapaiannya. Kita tidak boleh membiarkan terjadi apa yang dikatakan oleh Martha Nussbaum (2011):
History has come to a stage when the moral man, the complete man, is more and more giving way, to make room for the ... commercial man, the man of limited purpose. This process, aided by the wonderful progress in science...causing the upset of man's moral balance...
Untuk itu kita tidak boleh hanya bisa menunggu sampai terjadinya perubahan kebijakan. Kita perlu melakukan perubahan di tengah-tengah sistem pendidikan yang membelenggu, yang “opressing”, sekecil apapun yang kita bisa lakukan. Di tengah-tengah cengkeraman beban SKS dan target penyelesaian tugas akhir kita coba tetap memberikan ruang terhadap pembinaan kegiatan kemahasiswaan sebagai ajang pendidikan karakter. Kita sikapi kewajiban publikasi internasional dengan menjalin kerjasama dengan universitas luar negeri untuk bersama-sama menghasilkan publikasi internasional. Kita jalin kerjasama kemitraan dengan universitas yang lebih berpengalaman untuk bisa saling bertukar pikiran mengenai upaya meningkatkan kualitas penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Apabila ini semua bisa kita lakukan bersama-sama, saya yakin kita bisa melakukan perubahan itu.

Hadirin yang saya hormati,
Dalam kesempatan yang baik dan bermartabat ini, perkenankan saya menyampaikan permohonan maaf kepada para wisudawan/wisudawati dan para orang tua/wali jika sekiranya selama menjalani proses pendidikan di Undana, wisudawan/wisudawati menngalami hal-hal yang kurang memuaskan sebagai akibat dari keterbatasan dan kekhilafan kami. Akhirnya, pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankan saya menyampaikan selamat kepada wisudawan/wisudawati, orang tua/wali, dan keluarga, semoga Tuhan kiranya berkenan menuntun wisudawan/wisudawati sekalian dalam memasuki medan perjuangan selanjutnya. Terima kasih.

Syalom, wassalamualaikum wr. wb., om santi, santi, santi, om.

Kupang, 27 Juni 2015
Rektor,
Prof. Ir. Fredrik Lukas Benu, MSi., PhD.


Sabtu, 06 Juni 2015

Menristekdikti Prof. Muhammad Nasir Memberikan Kuliah Umum Mengenai Nawacita di Kampus Undana

**Tulisan kontribusi oleh Wayan Nampa setelah disunting dan dilengkapi** Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Prof. Muhammad Nasir menyempatkan diri memberikan kuliah mengenai Nawacita di ruang lecture theatre Gedung Rektorat Undana dalam kunjungannya ke Kabupaten Kupang. Kunjungan Menristekdikti ke Kabupaten Kupang dimaksudkan untuk melihat program pengembangan ternak sapi di wilayah tersebut, antara lain melihat hasil penerapan teknologi inseminasi buatan Desa Fatuteta, Kecamatan Kupang Timur. Pada kesempatan tersebut, Menristekdikti berkesempatan berdialog dengan peternak terkait dengan pengembangan peternakan sapi, mengingat NTT telah ditetapkan pemerintah pusat sebagai salah satu daerah pemasok daging nasional, sekaligus mendukung program swasembada daging. Kunjungan ke kampus Undana yang semula dijadwalkan berlangsung pagi hari diundur menjadi siang hari, sekembali Menteri dari kunjungan ke Desa Fatuteta.

Setiba di kampus Undana, Menristekdikti disambut dengan pengalungan kain tenun NTT oleh Rektor Undana Prof. Fred Benu. Setelah mendengarkan paduan suara, Menristekdikti menyalami pimpinan Undana yang ikut menyambut, antara lain PR III Prof. Simon Sabon Ola dan PR IV Ir. I Wayan Mudita, M.Sc., Ph.D. Menristekdikti selanjutnya diantarkan oleh Rektor menuju ruang kuliah umum. Kuliah umum dipandu langsung oleh Rektor Undana Prof. Fred Benu, didampingi oleh Wakil Gubernur NTT Benny Litelnoni dan kemudian juga oleh Gubernur NTT Frans Labu Raya yang hadir menyusul. Dalam sambutannya, Rektor Undana Prof. Fred Benu menyampaikan terima kasih kepada Menristekdikti yang telah menyempatkan hadir di kampus Undana. Setelah sedikit memberikan penjelasan mengenai Undana, Rektor mempersilahkan Menristekdikti untuk menyampaikan paparan mengenai Nawacita.


Menristekdikti mengawali paparannya dengan menyampaikan informasi mengenai penyesuaian organisasi kementerian hasil penggabungan Kementerian Riset dan Teknologi dan Direktorat Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Natsir mengungkapkan DIKTI tidak lagi ada setelah dilebur menjadi satu kementerian dengan Ristek. Nasir mengatakan dikementeriannya saat ini didukung 5 Direktoral Jenderal. Tiga direktorat Jenderal akan berurusan langsung dengan Pendidikan Tinggi supaya masalah-masalah yang ada di perguruan tinggi bisa diselesaikan dengan baik. Direktorat tersebut adalah Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Kelembagaan yang menyangkut dengan izin, pembukaan program studi, serta Direktorat Jenderal Sumber Daya, menyangkut urusan dosen, urusan jabatan fungsional, rekrutmen dosen, dan beasiswa untuk dosen, dan perubahan aset. Selain itu, guna mendorong pengembangan riset dan teknologi terdapat Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, serta Direktorat Jenderal Inovasi.

Lima Direktorat di Kementerian Ristekdikti ini diarahkan untuk merealiasaikan program Nawacita, bagaimana membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesaia. Dalam upaya tersebut, diperlukan sumberdaya manusia yang unggul dan kompetitif.  “Jangan sampai sumberdaya terbagun sentralistik di kota-kota besar. Pembangunan sumberdaya manusia yang merata dan berdaya saing akan mendorong pemerataan ekonomi, serta aplikasi hasil-hasil penelitian yang lebih produktif”, Nasir menjelaskan. Natsir melanjutkan, “Undana sebagai lembaga pendidikan dan juga penelitian diharapkan mampu mengembangkan penelitian-penelitan aplikatif yang mendukung dunia usaha. Bagaimana akademisi, pemerintah daerah, dan dunia usaha mampu bersinergi, sehingga meningkatkan produkstifitas. Dunia usaha tentu menginginkan investasinya dapat kembali dalam jangka waktu yang terukur”. Selain itu, Nasir mengingatkan perguruan tinggi agar menjaga kualitas lulusan. Lulusan perguruan tinggi tidak mampu bersaing dan menjadi pengangguran dapat menimbulkan permasalahan baru yang jauh lebih merepotkan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. “Kita akan menghadapi masalah yang lebih besar apabila di Negara kita banyak memiliki pengangguran terdidik ini, terlebih kita akhir tahunini akan menghadapi MEA”, imbuh Nasir.

Terkait kualitas pendidikan, Menteri Nasir mengingatkan bagaimana semua pihak menjaga marwah pendidikan kita. Nasih menegaskan kementeriannya akan membersihkan ijasah-ijasah yang cara perolehannya tidak dengan proses yang benar. Menteri juga menghimbau Gubernur NTT yang hadir dalam acara ini untuk mengecek keabsahan ijasah para pegawainya. Begitu juga di lingkungan Kemenristekdikti. “Coba telusuri ijasah para pegawai, dosen, maupun mahasiswa. Kalau ditemukan ada yang menggunakan ijasah palsu, maka kita akan bersihkan. Jangan sampai dosen yang mengajarkan kejujuran malah berbuat tidak jujur imbuhnya. Modus ijasah palsu ini bermacam-macam. Ada orang yang tanpa kuliah mendapatkan ijasah. Ada juga dengan kuliah tetapi prosesnya pembelajarannya tidak benar. Orang hanya dalam satu tahun kuliah sudah memperoleh gelar sarjana. Jadi penting membangun Negara ini dengan manusia yang handal, berintegritas”, papar Nasir. Hal senada juga disampaikan Gubernur NTT Frans Lebu Raya. NTT sebagai daerah terdepan di perbatasan memeiliki tantangan yang besar. “Kita harus menyiapkan sumberdaya yang mumpuni agar mampu bersaing”, kata Gubernur Frans Lebu Raya.


Sementara itu, lebih jauh Muhammad Nasir mengungkapkan masih memiliki beberapa pekerjaan besar yang akan diselesaikan di kementeriannya. “Saat ini fokus kita ada pada penertiban ijasah palsu, berikutnya baru kita akan menata dan menertibkan kelas jauh, dan sinkronisasi aturan. Aturan publikasi pada mahasiswa yang menyelesaikan studi misalnya, mahasiswa kita dipaksa harus publikasi pada jurnal nasional terakreditasi, tetapi kita tau bersama berapa jumlah jurnal terakreditasi kita”, ingkap Nasir menanggapi pertanyaan direktur Program Pascasarjana Undana terkait permasalahan ini. Seusai memberikan kuliah umum, Menteri dicecar banyak pertanyaan oleh kalangan awak media berkaitan dengan masalah yang terjadi di Universitas PGRI Kupang. Selanjutnya Menteri dan rombongan berkenan menikmati jamuan makan siang bersama dengan Rektor dan pimpinan Undana, Gubernur dan Wakil Gubernur NTT, dan pimpinan DPRD Provinsi NTT. Didampingi oleh Rektor, serta Gubernur dan Wakil Gubernur NTT Menteri selanjutnya memasuki Ruang Rapat Rektor untuk menyelesaikan permasalahan Universitas PGRI Kupang, tetapi karena Rektor Universitas PGRI tidak hadir maka rapat dibatalkan dan Menteri bersama rombongan meninggalkan kampus Undana.


Jumat, 05 Juni 2015

Undana Bekerjasama dengan CDU Melaksanakan Penelitian Mengenai Irigasi di Kawasan Lahan Kering

**Tulisan kontribusi oleh Jenny E.R. Markus dan Adrianus Amheka setelah disunting dan dilengkapi** Universitas Nusa Cendana (Undana) bekerja sama dengan Charles Darwin University (CDU), Australia, mengadakan lokakarya program penelitian dan peningkatan kapasitas masyarakat pada daerah irigasi di Nusa Tenggara Timur (NTT). Lokakarya yang berjudul “Improving Irrigation Infrastructure for Greater Food and Water Security” tersebut disponsori oleh Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT), Australia, melalui skema Australia Indonesia Infrastructure Research Award (AIIRA) dan berlangsung pada 26-27 Mei 2015 bertempat di ruang lecture theatre Gedung Rektorat lantai 3. Kegiatan ini dikoordinasikan oleh PR4 Undana Ir. I Wayan Mudita, M.Sc, Ph.D untuk memperkenalkan program ini di tingkat Kabupaten serta mempersiapkan data sekunder untuk selanjutnya dilakukan pengumpulan data penelitian di daerah irigasi bendungan Kambaniru Sumba Timur dari tanggal 27-30 Mei 2015. Lokakarya dibuka langsung oleh Rektor Undana Prof. Fred Benu.

Dalam acara sambutan pembukaan workshop, Rektor Undana mengatakan bahwa ketahanan pangan saat ini menjadi isu penting masyarakat dunia. Lebih lanjut dikatakan, pengairan dan irigasi untuk lahan pertanian menjadi sangat penting untuk merealisasikan upaya meningkatkan produktivitas hasil pertanian guna mewujudkan ketahanan pangan. Prof. Andrew Campbell, Direktur Research Institute for the Environment and Livelihood (RIEL) dan Dekan School of Environment, CDU, dalam sambutannya selaku ketua tim CDU meminta Rektor Undana dalam kapasitas sebagai ilmuwan dalam bidang sosial-ekonomi pertanian untuk terlibat menjadi tim ahli pada beberapa proyek penelitian yang sedang maupun akan dilaksanakan antara CDU dan Undana. Lokakarya dihadiri oleh Tim Undana yang terdiri atas 5 dosen dari 3 fakultas, yaitu Jenny E.R. Markus dan Norman Riwu Kaho dari Fakultas Pertanian, Utma Aspatria dari Fakuktas Kesehatan Masyarakat, dan Adrianus Amaheka dan Elia Hunggurami dari Fakultas Sains dan Teknik, dan 6 orang mahasiswa dari ketiga fakultas tersebut  ,Juga  hadir utusan dari Dinas PU dan Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Timur, Nagekeo, TTS, Kopesda, Yayasan Pahadang Monjoru, dan Bappeda TTS. Tim CDU yang dipimpin oleh Prof. Andrew Campbell terdiri atas Dr. Penny Wurm (School of Environment), Prof. Charlie Fairfield (School of Engineering and Information Technology), Prof. Emma Williams (The Northern Institute), Prof. Ken Evans (School of Engineering and Information Technology), Mr. Sam Pickering Riel (RIEL), dan Ms. Sarah Hobgen (kandidat PhD dari RIEL).


Lokakarya dilaksanakan untuk mempersiapkan pelaksanaan penelitian lapangan yang akan dilaksanakan dengan tujuan umum untuk meningkatkan akses masyarakat di dareah irigasi terhadap air minum dan sanitasi yang sehat serta untuk meningkatkan produktivitas sistem irigasi di NTT yang diharapkan dapat meningkatkan kesejaterahan masyarakat petani. Tujuan khusus penelitian adalah untuk (1) meningkatkan kapasitas petugas pemerintah di tingkat propinsi dan kabupaten dalam membangun pemerintahan yang efektif terkait dengan pengelolaan air dan sanitasi, (2) menilai rancangan infrastruktur irigasi dan sanitasi terkait dengan kecocokan situasi lokal, dan (3) mengkomunikasikan kebutuhan lokal dan solusi lokal kepada pemerintah daerah dan pusat, dan mitra internasional.

Pertanyaan yang dibahas dalam pelaksanaan lokakarya yang berlangsung selama dua hari tersebut adalah: (1) Solusi teknik maupun pengelolaan seperti apa yang dapat meningkatan kefektifan infastrukur irigasi di empat DAS terbesar di NTT?, (2) Bagaimana ketersediaan air minum dan sanitasi yang sehat dapat tercapai dalam daerah irigasi ini?, (3) Faktor apa saja (fisik, pemerintahan, keuangan) yang berpengaruh tepat pada infrastruktur irigasi, (4) Struktur pemerintahan seperti apa yang dapat mendukung ketersediaan air irigasi, air minum dan sanitasi di daerah irigasi di NTT?, dan (5) Informasi apa lagi yang dibutuhkan untuk lebih memahami dampak dari pengelolaan DAS terhadap kualitas air dan sedimentasi. Untuk itu, lokakarya didahului dengan presentasi oleh sejumlah narasumber dan dilanjutkan dengan diskusi kelompok untuk mempertajam pertanyaan penelitian.



Untuk mempertajam pertanyaan penelitian yang akan digunakan dalam pengumpulan data, peserta lokakarya dibagi menjadi kelompok sebagai berikut: (1) Kelompok Kerja Teknik Sipil, bertugas membahas rancang bagun bendungan dan memperkirakan masa pengunaanya serta meghasilkan informasi mengenai rancang bangun infrastrukur irigasi yang tepat untuk NTT, (2) kelompok kerja air minum dan sanitasi, bertugas menggambarkan ketersediaan kualitas air minum dan sanitasi di daerah irigasi serta menghasilkan rekomendasi-rekomendasi untuk meningkatkan kualitas air minum dan efektifitas sanitasi, (3) kelompok kerja benchmarking dan tatakelola, bertugas menyiapkan pertanyaan wawancara untuk menilai keefektifan sistem irigasi melalui Rapid Rural Appraisal (RRA) serta menghasilkan rekomendasi untuk pengelolaan dan pemerintahan irigasi, dan (4) kelompok kerja  pemantauan (monitoring), bertugas menggambarkan data dasar yang dibutuhkan untuk pengelolaan yang lebih baik, termasuk data debit air, curah hujan dan kekeruhan, serta menggambarkan dan mencoba cara sederhana untuk mengukur dan melaporkan data tersebut (misalnya buku kecil dengan cara mengukur dan melaporkan dengan FrontlineSMS)

Lokakarya dilanjutkan dengan pengumpulan data lapangan yang dilaksanakan di dareah irigasi Kambaniru di Kabupaten Sumba Timur pada 28-31 Mei 2018. Pengumpulan data dilakukan secara partisipatif dengan tujuan meningkatkan kapastitas lokal dalam penelitian, penilaian infrastruktur dan penilain pemerintahan. Secara keseluruhan, kegiatan penelitian terdiri atas tahap-tahap sebagai berikut: (1) Pertemuan perkenalan program penelitian di tingkat kabupaten, (2) pengumpulan data sekunder, (3) lokakarya bersama kabupaten lain yang diselenggarakan pada 26-27 Mei 2007, (3) pengumpulan data di lapangan di Bendungan Kambaniru, Kabupaten Sumba Timur, sebagai sampel, (4) tabulasi dan penanalisaan data, dan (5) seminar laporan penelitian yang akan dilaksanakan di Kupang untuk diseminasi hasil penelitian. Dua tahap pertama sudah dilaksanakan pada tahun sebelumnya.

Kegiatan lapangan pengumpulan data dilakukan di Bendungan Kambaniru, Kabupaten Sumba Timur. Kegiatan diawali dengan kunjungan lapangan ke bendungan Kambaniru pada sore hari 28 Mei 2015. Selain melihat keadaan  sekitar bendungan, pada saat yang sama diadakan diskusi persiapan untuk melakukan diskusi kelompok fokus (Focus Group Discussion, FGD) dan untuk membahas panduan wawancara rumah rumah tangga yang akan dilaksanakan selama dua hari kegiatan lapangan pada 29-30 Mei 2015.



FGD dilakukan di Mailiru pada 29 Mei 2015 dan di Kelurahan Lambanapu pada 30 Mei 2015. Kedua FGD tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk menggali informasi informasi berkaitan dengan masalah sanitasi dan air bersih serta informasi berkaitan dengan pemnafaat air irigasi Bendungan Kambaniru dan permasalahan yang terjadi sebagai akibat dari adaya bendungan tersebut.  FGD diikuti oleh perwakilan petani, ibu rumah tangga, aparat pemerintah desa/kelurahan, dan perwakilan perkumpulan petani pemakai air (P3A). Wawancara rumah tangga untuk uji kuesioner dilaksanakan di Desa Marumata terhadap 12 rumah tangga sampel, terdiri atas 6 rumah tangga sampel untuk uji coba kuesioner masalah sanitasi dan 6 rumah tangga sampel untuk uji coba kuesioner masalah irigasi.  Pada hari Sabtu sore sampai malam haridilakukan evaluasi terhadap kegiatan lapangan selama dua hari. Peserta diminta melaporkan hasik wawancara  dan temuan yang dialami di desa balam bentuk transkrip sebabagi data awal untuk pelaporan. Selain itu juga dilaksanakan diskusi untuk menilai dan melakukan perbaikan kuesioner. Kegiatan field work ini juga diakhiri dengan makan malam bersama di pelabuhan Waingapu.

Minggu, 31 Mei 2015

Kuliah Umum Mengenai Peningkatan Kerjasama Bidang Ketahanan Pangan, Air, Eenergi dan Perubahan Iklim oleh Direktur Research Institute for the Environment and Livelihoods dan Dekan School of Environment Charles Darwin University

Menindaklanjuti hasil pertemuan sebelumnya dan sebelumnya, Direktur Research Institute for the Environment and Livelihoods (RIEL) dan Dekan School of Environment Charles Darwin University (CDU), Prof. Andrew Campbell, berkunjung ke Undana untuk memberikan kuliah umum mengenai peningkatan kerjasama bidang ketahanan pangan, air, eenergi dan perubahan iklim kepada mahasiswa Pascasarjana Undana. Prof. Cambel berkunjung ke Undana bersama rombongan dosen dan peneliti CDU yang akan melaksanakan lokakarya penelitian AIIRA yang dipimpin oleh Dr. Penny Wurm, Deputy Dean School of Environment CDU. Kuliah umum berlangsung di Aula Gedung Pascasarjana Undana pada 26 Mei 2015 pukul 17.00 WITA, setelah sebelumnya Prof. Cambel berdiskusi mengenai proposal penelitian S3 dengan sejumlah mahasiswa S3 Ilmu Administrasi Undana. Kuliah umum yang diberikan dalam bahasa Inggris tersebut dimoderatori dan diterjemahkan oleh dan kemudian sesi diskusi dimoderatori oleh Rektor Undana Prof. Fred Benu.

Prof. Andrew Campbel memulai kuliah tamunya dengan menyampaikan topik yang akan dibahas, yang antara lain meliputi keterkaitan antara pangan, air, lahan dan energi, konsep ketahanan jangka panjang dalam menghadapi perubahan iklim, dan kebutuhan dunia untuk meningkatkan ketahanan pangan, air, dan energi yang pada akhirnya memerlukan keterpaduan antara ilmu pengetahuan dan kebijakan untuk memungkinkan terwujudnya pembangunan berkelanjutan. Prof. Campbell menggarisbawahi keterpaduan antara ilmu pengetahuan dan kebijakan mengingat penanganan isu global perubahan iklim masih sangat dipengaruhi oleh kebijakan yang berbeda antar negara, terlepas dari fakta bahwa dari selueuh artikel jurnal yang dipublikasikan pada 1991-2012, misalnya, 13.950 artikel mendukung adanya perubahan iklim dan hanya 24 artikel yang menolak. Terlepas dari bukti ilmiah yang sangat kuat tersebut, Prof. Campbell menandaskan, ternyata masih banyak negara yang mengambil kebijakan yang belum pro penanganan perubahan iklim. Padahal, menurut Prof. Campbell, perubahan iklim mengancam bukan hanya negara kepulauan seperti Indonesia, tetapi juga negara benua seperti Australia.


Untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia yang jumlah penduduknya terus meningkat, produksi pertanian perlu ditingkatkan sebesar 70% pada 2050 dari produksi sekarang. Untuk meningkatkan produksi pertanian diperlukan air dan lahan. "Kita sudah pernah melakukan ini di masa lalu", kata Prof. Cambell, "tetapi perubahan iklim dan menipisnya cadangan minyak bumi dunia merupakan tantangan bagi kita semua untuk bisa mengulangi hal yang sama ke depan". Untuk memproduksi setiap kalori bahan pangan diperlukan 1 liter air tawar, padahal menurut IWMI Comprehensive Assessment of Water Management in Agriculture,70% cadangan air tawar dunia sudah digunakan sehingga ketersediaan air tawar untuk produksi pertanian akan terus menurun dari tahun ke tahun. Hal yang sama juga terjadi pada lahan, degradasi lahan yang terus meningkat akan membatasi ketersediaan lahan untuk meningkatkan produksi pangan. Prof. Campbell mengutip laporan FAO mengenai kecenderungan degradasi lahan yang menyatakan bahwa lebih dari 20% lahan budidaya, 30% lahan hutan, dan 10% lahan padang rumput telah terdegradasi. Pada saat yang sama, perubahan iklim juga berdampak terhadap keanekaragaman hayati, baik keanekaragaman hayati alami maupun keanekaragaman hayati budidaya, yang juga merupakan penopang utama ketahanan pangan.


Untuk menghadapi itu semua, kata Prof. Campbell, diperlukan kebijakan untuk tidak memisahkan pembangunan ekonomi dari emisi karbon. Kebijakan perlu didasarkan atas bukti ilmiah yang independen, bukan hanya atas bukti yang dibuat sendiri oleh pemerintah melalui lembaga yang didirikan untuk tujuan tersebut. Dalam kaitan dengan itu universitas perlu bekerjasama dengan universitas lain dan lembaga pemerintah perlu membuka pintu kerjasama dengan universitas. "Evidence-based policy bukanlah kebijakan yang didasarkan atas data yang sengaja diproduksi sendiri", tandas Prof. Cambell, "melainkan atas data pihak lain yang telah mengalami proses peer review". Hanya dengan cara membuka pintu kerjasama dengan universitas dan institusi penelitian maka pemerintah bisa mengambil kebijakan pembangunan yang benar-benar berkelanjutan, katanya melanjutkan. Pada pihak lain, universitas dan institusi penelitian juga perlu melakukan pendekatan dengan instansi pemerintah untuk mendorong terjadinya perubahan dari dalam lembaga pemerintah sendiri.

Prof. Andrew Campbell mencontohkan institusi penelitian yang dipimpinnya, Research Institute for the Environment and Livelihoods (RIEL), dalam upaya untuk mendekatkan ilmu pengetahuan dan kebijakan guna semakin mendorong pengambilan kebijakan yang semakin pro pembangunan berkelanjutan. Untuk itu RIEL dikembangkan sebagai institusi penelitian lintas disiplin yang saat ini mempekerjakan 50 peneliti, 6 tenaga administrasi, 14 teknisi, dan 75 mahasiswa S3 dalam berbagai bidang ilmu untuk melakukan penelitian dalam bidang-bidang penghidupan berbasis sumberdaya alam, ekologi dan pengelolaan pesisir dan laut, ekologi dan pengelolaan perairan tawar, serta pengelolaan savana dan konservasi kehidupan liar. RIEL mengkoordinasikan pusat-pusat, yang terdiri atas Center for Renewable Energy, Darwin Centre for Bushfire Research, Environmental Chemistry and Microbiology Unit, North Australian Biodiversity NERP Hub, dan North Australian Marine Research Alliance. Saat ini RIEL mengoperasikan anggaran sekitar A$ 10 milyar per tahun, mempublikasikan 200 artikel dalam jurnal ilmiah peer review per tahun, dan menduduki peringkat 4 di antara institusi sejenis lainnya di Australia.

RIEL telah bekerjasama dalam banyak bidang dengan Undana sebagai bagian dari upaya untuk memfokuskan diri meningkatkan kerjasama sub-regional Australia Utara, Asia Tenggara, dan Pasifik. Ke depan, RIEL akan berupaya untuk meningkatkan kerjasama dalam penelitian mengenai karbon biru (blue carbon), ketahanan pangan (food security), dan tatakelola (governance) dalam kerangka keterkaitan antara ilmu pengetahuan dan kebijakan. "Undana tentu saja akan menjadi mitra kerjasama yang penting", tandas Prof. Campbell, "untuk bersama-sama membangun jejaring pertukaran mahasiswa dan dosen, membangun kurikulum bersama dalam bidang ilmu lingkungan, dan mengembangkan program penelitian bersama dalam bidang-bidang pengelolaan DAS dan sistem irigasi lahan kering, konservasi hutan dan pilihan pengembangan agroforestry, ketahanan pangan dalam menghadapi iklim yang berubah, pengelolaan api dan ketahanan menghadapi bencana, perencanaan wilayah berbasis SIG, pengembangan pilihan penghidupan yang berkelanjutan, pengembangan tatakelola pengelolaan sumberdaya alam, dan pengembangan sumber energi terbarukan". "Eastern Indonesia and Northern Australia have shared interests, and UNDANA and CDU have much to gain from working together. Now is the time to show leadership at all levels. Let's take the opportunity", kata Prof. Cambel menutup paparan kuliah umumnya.

Kuliah tamu diakhir dengan sesi diskusi yang dipandu langsung oleh Rektor Undana Prof. Fred Benu. Minat mahasiswa untuk menyampaikan pertanyaan cukup tinggi, tetapi waktu yang tersedia terbatas sehingga Prof. Cambell hanya dapat menanggapi beberapa pertanyaan, di antaranya pertanyaan mengenai masalah pencemaran Laut Timor. Menjawab pertanyaan mengenai hal tersebut, Prof. Cambell kembali menandaskan pentingnya keterkaitan antara ilmu pengetahuan dan kebijakan dan perlunya peningkatan kerjasama antara Australia Utara dan Indonesia bagian Timur. Acara kuliah tamu diakhiri dengan jamuan makan malam yang diadakan oleh Program Pascasarjana Undana dengan dihadiri oleh Asisten Direktur I Bidang Akademik Prof. Jimmy Pello dan Asisten Direktur Bidang Administrasi dan Keuangan Dr. Jauhari Effendi. Direktur Program Pascasarjana Prof. Alo Liliweri berhalangan hadir karena mengikuti pertemuan Forum Direktur Pascasarjana di Palu, Sulawesi Tenggara, sedangkan Asisten Direktur III Bidang Kerjasama tidak menghadiri kegiatan kuliah umum maupun jamuan makan malam dengan alasan sedang sibuk dengan urusan lain. Sebelum meninggalkan Kupang pada 27 Mei 2015 siang, Prof. Andrew Cambell sempat berkeliling kampus dan Kota Kupang dengan diantar sendiri oleh PR IV Undana Ir. I Wayan Mudita, M.Sc., Ph.D.

Sabtu, 30 Mei 2015

Pembantu Rektor IV Memberikan Kuliah Umum Mengenai Kerjasama di Universitas Mahasaraswati, Denpasar, Bali

Pada saat makan jamuan makan malam 2015 Secure Food Futures: Biosecurity and Food Security Summit di Made's Warung Restaurant pada hari pertama 21 Mei 2015, Rektor Universitas Mahasaraswati (Unmas) Dr. Drs. I Made Sukamerta, M.Pd., meminta mantan CEO Plant Biosecurity Cooperative Research Centre (PBCRC) Prof John Lovett dan PR IV Undana Ir. I Wayan Mudita, M.Sc., Ph.D., untuk memberikan kuliah umum di Universitas Mahasaraswati (Unmas). Permintaan yang sama diulangi lagi oleh Ketua Panitia 2015 Secure Food Futures: Biosecurity and Food Security Summit Dr. Ir. Eka Martiningsih, MSi., dilanjutkan oleh guru besar Unmas Prof. Dr. Kaler Surata, MSi. PR IV Undana diminta memberikan kuliah umum mengenai kerjasama karena selama menjabat yang belum genap satu tahun dinilai berhasil mengembangkan kerjasama Undana dengan berbagai pihak, khususnya dengan pihak luar negeri. Menanggapi permintaan memberikan kuliah umum tersebut, PR IV Undana menyanggupi untuk sekedar berbagi pengalaman mengingat kerjasama yang dibangun selama ini sebagian besar masih berupa rintisan dan sebagian yang sudah operasional merupakan kelanjutan dari kerjasama yang dirintis sebelumnya.

Kuliah umum berlangsung di Aula Unmas pada 23 Mei 2013 mulai pada pukul 9.00 WITA dan dibuka dan dimoderatori langsung oleh Rektor Unmas Dr. Drs. I Made Sukamerta, M.Pd. Dalam kata sambutannya yang disampaikan dalam bahasa Inggris, Rektor Unmas menggarisbawahi pentingnya kerjasama dan memaparkan sejumlah kegiatan kerjasama dalam bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang telah dilaksanakan oleh Unmas. Antara lain beliau menguraikan peran Unmas dalam penetapan the Sistem Subak sebagai Manifestasi Filsafat Tri Hita Karana sebagai Situs Warisan Dunia (World Heritage), melalui kerjasama dengan Prof. Stephen Lansing dari University of Arizona, yang dengan dukungan dana dari National Science Foundation (NSF), telah melakukan penelitian mengenai subak sejak 1970-an dan menulis banyak buku dan artikel jurnal ilmiah mengenai sistem subak di Bali, antara lain Perfect Order: Recognizing Complexity in Bali, Priests and Programmers: Technologies of Power in the Engineered Landscape of Bali, The Balinese, and The Three Worlds of Bali. Untuk itu, kata Rektor Unmas, diperlukan berbagi pengalaman dengan universitas lain untuk terus meningkatkan kerjasama yang selama ini telah dirintis.

Dalam paparannya, Prof. John Lovett menjelaskan mengenai Plant Biosecurity Cooperative Research Centre (PBCRC) sebagai institusi yang memang dibangun dengan tujuan utama melakukan kerjasama. Cooperative Research Centre (CRC) merupakan program kerjasama yang dirintis Australia sejak 1990 untuk pengembangan industri yang melibatkan peneliti, industri, dan masyarakat. Saat ini terdapat 35 CRC aktif dalam bidang kesehatan, pengelolaan hama dalam arti luas, pengelolaan kebakaran dan bencana, pasar finansial, serta industri automotif dan luar angkasa. Kerjasama trilateral peneliti, industri, dan masyarakat tersebut telah menghasilkan banyak produk teknologi dan layanan baru yang dapat membantu mengatasi masalah penting ekonomi, lingkungan, dan sosial nyang dihadapi Australia. Di antara 35 CRC aktif tersebut, PBCRC, yang didirikan pada 2005 semula dengan nama Coperative Research Centre for National Plant Biosecurity (CRCNPB), mengkhususkan diri dalam kerjasama mengenai ketahanan hayati tumbuhan dalam kaitan dengan prioritas penelitian untuk menjaga Australia dari ancaman hama dan penyakit invasif serta ancaman kriminal dan terorisme.

Prof. Lovett menggarisbawahi kerjasama bidang pendidikan melalui pemberian beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S3 bidang ketahanan hayati di universitas-universitas anggota PBCRC. Melalui program beasiswa tersebut, PBCRC telah menghasilkan dua orang alumni (disebut PBCRC scholar) di Indonesia, yaitu Ir. I Wayan Mudita, M.Sc., Ph.D., dan Theofransus Litaay, SH, LLM, Ph.D., keduanya menyelesaikan S3 di Charles Darwin University. PBCRC akan terus berusaha meningkatkan kerjasama dengan universitas-universitas di Indonesia, khususnya dengan universitas-universitas yang tergabung dalam konsorsium ketahanan hayati. Pada kesempatan tersebut Prof. Lovett menjelaskan kerjasama dalam bidang deteksi dan peringatan dini yang akan dimulai dengan upaya untuk merealisasikan pemasangan mikroskop jarak jauh (remote microscope) di Undana yang sampai saat ini masih tertunda pelaksanaannya. Prof. Lovet menjanjikan akan mengusahakan pemasangan mikroskop jarak jauh tersebut dapat segera direalisasikan.

PR IV Undana memaparkan langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam menggalang kerjasama. Langkah penting tetapi sering diabaikan adalah mengenali kekuatan dan kelemahan serta tantangan dan peluang. Berdasarkan analisis kekuatan, kelemahan, tantangan, dan peluang tersebut, universitas perlu menetapkan fokus kerjasama dan kemudian merencanakan serta menyiapkan infrastruktur dan pendanaan untuk pelaksanaan kerjasama. PR IV Undana selanjutnya memaparkan pengembangan lahan kering kepulauan sebagai fokus kerjasama Undana. Menurut PR IV Undana, Undana terletak pada lahan kering kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku bagian Selatan yang merupakan satu-satunya kawasan lahan kering yang terletak di wilayah kepulauan. Lahan kering lainnya seluruhnya berada di wilayah benua, termasuk lahan kering di sebagian besar wilayah benua Australia yang mendeterminasi wilayah lahan kering kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku bagian Selatan. Oleh karena itu, sudah seharusnya Undana menonjolkan keunikan lokasi geografiknya tersebut sebagai fokus kerjasama. Penonjolan kekhusuan lokasi geografik lahan kering kepulauan tersebut sejalan pula dengan tuntutan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan sejumlah provinsi lainnya untuk diakui berstatus sebagai provinsi kepulauan oleh pemerintah pusat.

Dalam paparannya, PR IV Undana menggarisbawahi peranan dosen dalam merintis kerjasama, terutama dengan memulai kerjasama dengan universitas almamaternya. Untuk itu, ketika melanjutkan pendidikan, seorang dosen seharusnya tidak hanya sekedar mengejar lulus cum laude dalam waktu sesingkat-singkatnya, tetapi juga membangun jejaring dengan para dosen dan peneliti di universitas almamaternya. Dosen yang sedang melanjutkan studi juga perlu mempelajari struktur organisasi dan tatakelola pelaksanaan kerjasama oleh lembaga atau pusat penelitian di universitas almamaternya dan berusaha merintis hubungan dengan lembaga dan pusat penelitian tersebut. Setelah selesai mengikuti pendidikan, seorang dosen seharusnya tidak boleh putus hubungan dengan universitas almamaternya, melainkan terus menjalin hubungan, khususnya dengan lembaga atau pusat penelitian di universitas almamater masing-masing. Peranan universitas, menurut PR IV Undana, adalah memfasilitasi pelembagaan kerjasama yang dirintis oleh para dosen, bukan mencarikan proyek kerjasama untuk para dosen sebagaimana anggapan yang masih dipegang oleh banyak dosen sampai saat ini. PR IV Undana mencontohkan berbagai proyek kerjasama Undana dengan CDU, khususnya dengan Research Institute for the Environment and Livelihoods (RIEL) dan dengan The Northern Institute, yang dirintis jauh sebelum menjabat sebagai PR IV, yang kemudian ditingkatkan ketika melanjutkan studi di CDU.

Kuliah tamu yang semula direncanakan diisi oleh dua orang, dalam pelaksanaannya diisi oleh tiga orang karena menurut panitia, ada permintaan dari The Pacific Institute untuk memaparkan kerjasama dalam bidang hukum kesehatan. Pada kesempatan itu, Dr. ..., dari The Pacific Institute memaparkan peluang kerjasama pengembangan S2 dalam bidang hukum kesehatan untuk mengantisipasi permasalahan hukum yang dihadapi oleh institusi maupun praktisi kesehatan yang akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran hukum masyarakat. Pembukaan program S2 dalam bidang hukum kesehatan akan menjadi sumber pemasukan bagi universitas mengingat sampai saat ini masih sangat sedikit universitas yang membuka program S2 bidang hukum kesehatan. 

Acara kuliah tamu yang berlangsung dengan menggunakan bahasa Inggris diakhiri dengan pidato penutupan dan penyerahan cindra mata oleh Rektor Unmas, foto bersama, dan makan siang. Dalam pidato penutupannya, Rektor Unmas menyampaikan terima kasih atas kesediaan para narasumber untuk menyampaikan kuliah tamu pada pagi tersebut dan mengharapkan agar dirintis kerjasama yang semakin intensif dengan Unmas. Menanggapi hal tersebut, pada saat  foto bersama yang dilakukan di bagian depan aula dengan latar belakang spanduk kuliah umum, PR IV Undana menyampaikan kepada PR IV Unmas Dr. Ir. I Ketut Arnawa, MP, rencana kerjasama untuk membangun jaringan deteksi dan peringatan dini ketahanan hayati, keanekaragaman hayati, dan ketahanan pangan yang akan dibicarakan lebih lanjut pada pertemuan selanjutnya.

PR IV Memimpin Delegasi Undana Menghadiri 2015 Secure Food Futures: Biosecurity and Food Security Summit di Denpasar, Bali

Sesuai dengan kesepakatan pada pertemuan pendahuluan pada Februari 2015, diselenggarakan 2015 Secure Food Futures: Biosecurity and Food Security Summit pada 21-22 Mei 2015. Pertemuan tingkat tinggi bilateral tersebut diselenggarakan oleh Plant Biosecurity Cooperative Research Centre (PBCRC), Australia, bekerjasama dengan Universitas Nusa Cendana (Undana), Universitas Mahasaraswati (Unmas), Universitas Satya Wacana (UKSW), serta Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) dan The Pacific Institute, dengan Unmas dan Kopertis Wilayah VIII sebagai tuan rumah. Pertemuan ini diselenggarakan dengan tujuan untuk menggalang kerjasama yang lebih erat antara pemerintah Australia dan pemerintah Indonesia dalam bidang pertanian dalam 4 tahun ke depan hingga 2019 dengan memperkuat ketahanan hayati tumbuhan (plant biosecurity) melalui pengembangan jejaring kerjasama ketahanan hayati global. Acara pertemuan dilaksanakan di Aula Kantor Kopertis Wilayah VIII, Jalan Trengguli, Banjar Tembau, Penatih, Denpasar, Bali.

Pertemuan tingkat tinggi bilateral tersebut diharapkan merupakan kelanjutan dari kerjasama yang telah dirintis sejak 2008 dengan melakukan penelitian mengenai berbagai aspek ketahanan hayati di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan memberikan beasiswa kepada dosen dan aparat pemerintah daerah untuk melanjutkan studi pada tingkat S2 dan S3 di perguruan tinggi di Australia dan Indonesia. Sebagai kelanjutan dari kerjasama tersebut, pertemuan bilateral tingkat tinggi kali ini diharapkan dapat menghasilkan dokumen kebijakan berbasis penelitian yang disebut ‘Thought Leadership Paper (TLP)’. Dokumen ini akan memberikan kerangka strategi bagi penguatan ketahanan hayati pertanian di Indonesia, khususnya pengembangan jejaring ketahanan hayati pertanian kawasan timur Indonesia. Dokumen ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi pengembangan kerjasama bilateral strategis bagi pemerintah Australia dan pemerintah Indonesia dalam bidang ketahanan hayati dan ketahanan pangan yang diharapkan akan berlangsung sampai pada 2018 melalui kegiatan penelitian yang akan didukung oleh PBCRC. Informasi mengenai latar belakang pertemuan tingkat ini dapat diperoleh dari Kerangka Acuan Kegiatan.


Pada pertemuan tingkat tinggi tersebut, delegasi Undana dipimpin oleh Pembantu Rektor IV Bidang Kerjasama dan Alumni Ir. I Wayan Mudita, M.Sc., Ph.D., dengan anggota Ir. Yosep Seran Mau, M.Sc., Ph.D., Ir. Jenny E.R. Markus, M.App.Sc., dan Remi L. Natonis, SP, MSi. Sesuai dengan kesepakatan, setiap universitas pelaksana berkewajiban menyusun dan menyajikan makalah TLP dengan topik sebagai berikut:
  • Universitas Nusa Cendana: prakarsa ilmu dan teknologi untuk meningkatkan kemampuan memberikan peringatan dini (early warning) dan melakukan deteksi efektif (effective detection) dalam menghadapi ancaman ketahanan hayati, keanekaragaman hayati, dan ketahanan pangan;
  • Universitas Kristen Satya Wacana: integrasi kebijakan yang berkaitan dengan ketahanan hayati (biosecurity policy integration) antar sktor pemerintahan, khususnya kebijakan mengenai karantina;
  • Universitas Sam Ratulangi: kaitan antara keanekaragaman hayati (biodiversity) dengan ketahanan hayati dalam mengamankan pangan dalam jangka pendek dan jangka panjang, khususnya guna mengurangi kehilangan hasil sepanjang rantai produksi dan distribusi pangan; dan
  • Universitas Mahasaraswati: pengembangan ketahanan hayati, keanekaragaman hayati, dan ketahanan pangan melalui pendidikan dan latihan (education and training).
Makalah TLP yang disusun dan disajikan Undana berjudul Science and technology initiatives: Use of ICT to enhance detection and early warning of threats to biosecurity, biodiversity, and food security (Prakarsa ilmu dan teknologi: Penggunaan TIK untuk meningkatkan kemampuan deteksi dan peringatan dini ancaman ketahanan hayati, keanekaragaman hayati, dan ketahanan pangan). Dalam makalah tersebut diuraikan kemajuan yang telah dicapai dalam ilmu dan teknologi untuk melakukan deteksi dan peringatan dini hama, penyakit, dan gulma yang mengancam ketahanan hayati, keanekaragaman hayati, dan ketahanan pangan. Namun kemajuan ilmu dan teknologi tersebut baru dapat dinikmati oleh negara-negara maju, sedangkan negara-negara sedang berkembang menghadapi kendala sumberdaya, baik sumberdaya manusia, infrastruktur, maupun pembiayaan. Oleh karena itu, kesenjangan itu perlu dijembatani, antara lain dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan penggalangan partisipasi masyarakat. TIK yang dapat dimanfaatkan antara lain adalah mikroskop jarak jauh (remote microscope) untuk menghbungkan universitas di Indonesia dengan PBCRC dan FrontlineSMS untuk menghubungkan universitas dengan masyarakat di sekitarnya. Mikroskop jarak jauh memerlukan jaringan Internet untuk mengoperasikan, sedangkan FrontlineSMS memerlukan hanya sebuah komputer notebook dan telepon seluler untuk menghubungkan masyarakat dengan universitas. Makalah TLP tersebut dipresentasikan oleh I Wayan Mudita pada sesi terakhir hari kedua.

Penggunaan Internet sebenarnya sudah sangat luas di Indonesia. Hampir setiap instansi pemerintah dari pusat sampai kabuopaten mempunyai website. Tetapi website tersebut pada umumnya masih digunakan lebih sebagai sarana unjuk diri, belum untuk kepentingan pelayanan masyarakat. Hal ini sangat berbeda dengan website di negara-negara maju, yang telah menggunakan website untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Di negara-negara maju, bukan hanya pemerintah melainkan juga banyak lembaga non-pemerintah yang membangun website untuk memberikan pelayanan, di antaranya memberikan informasi mengenai hama, penyakit, dan gulma. Coba misalnya kunjungi website Pest and Disease Image Library (PaDIL) yang dibangun oleh PBCRC untuk memberikan informasi gratis mengenai hama dan penyakit serta Invasive Species Compendium yang dibangun oleh CABI dan Global Invasive Species Compendium yang dikelola oleh the Invasive Species Specialist Group (ISSG) dari the IUCN Species Survival Commission.untuk memberikan informasi gratis mengenai spesies invasif. Pemerintah Indonesia seharusnya dapat membangun website semacam itu dengan memanfaatkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan di Indonesia, tetapi entah mengapa hal tersebut tidak dilakukan. Sumberdaya dalam jaringan mengenai keanekaragaman hayati dapat diperoleh antara lain dari Island Biodiversity and Invasive Species (IBIS).

Oleh karena itu, universitas perlu memprakarsai pembangunan website semacam itu untuk memberikan layanan deteksi dan peringatan dini ancaman terhadap ketahanan hayati, keanekaragaman hayati, dan ketahanan pangan. Dengan tersedianya website semacam itu, universitas dapat memberikan layanan deteksi dan peringatan dini kepada petani di perdesaan dengan menggunakan layanan FrontlineSMS dan kepada petani di sekitar perkotaan dengan menggunakan layanan Ushahidi. Layanan FrontlineSMS dan Ushahidi yang tersedia gratis tersebut dapat digabungkan dengan layanan sistem informasi geografik dalam jaringan seperti Google Maps, Bing Maps, OpenStreetMap, dsb., yang juga tersedia gratis, dan layanan identifikasi semacam IDtools dan Delta Keys untuk memberikan informasi mengenai sebaran hama, penyakit, dan gulma. Tersedianya layanan semacam itu diharapkan dapat meningkatkan kapasitas deteksi dan peringatan dini terhadap ketahanan hayati, keanekaragaman hayati, dan ketahanan pangan yang sampai saat ini masih sangat rendah. Informasi yang diperoleh dari masyarakat petani dapat ditindaklanjuti dengan menggunakan mikroskop jarak jauh guna melakukan identifikasi terhadap hama, penyakit, atau gulma baru yang belum pernah teridentifikasi sebelumnya.

Pada sesi pertama disajikan makalah dan presentasi oleh pembicara kunci yang berasal dari BAPPENAS, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Sesi-sesi selanjutnya pada hari kedua diisi dengan presentasi oleh peserta mendaftar, demikian juga dengan sesi-sesi awal hari kedua. Pada hari kedua, Ir. Yosep Seran Mau, M.Sc., Ph.D., dan Ir. Jenny E.R. Markus, M.App.Sc. masing-masing menjadi moderator sesi pertama dan sesi kedua. Ir. Yosep Seran Mau dan Ir. Jenny E.R. Markus menyajikan poster, masing-masing bertajuk Varietal resistance and yield loss caused by late leaf spot disease in local Rote and Indonesian released gGroundnut varieties. PR IV Undana juga bertugas menjadi moderator sesi terakhir hari kedua untuk melaksanakan semacam diskusi kelompok fokus untuk menghasilkan rumusan hasil pertemuan tingkat tinggi. Hasil diskusi tersebut selanjutnya akan dirumuskan lebih lanjut oleh panitia inti menjadi sejumlah kegiatan yang perlu dilaksanakan sampai tahun 2019. Pada sesi penutupan, Prof. Ian Falk, penghubung PBCRC dan Panitia, meminta agar setiap universitas anggota konsorsium memfinalisasi TLP yang menjadi tanggung jawab masing-masing. Undana telah mengirimkan revisi TLP yang menjadi tanggung jawabnya dan sesuai dengan topik TLP tersebut berharap dapat membangun basisdata hama, penyakit, dan gulma untuk kemudian ditayangkan melalui website sebagai informasi bagi masyarakat yang kemudian disampaikan kepada petani dengan menggunakan layanan FrontlineSMS.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites