Gerbang Kampus

Selamat datang di kampus Universitas Nusa Cendana, Kampus Baru, Jl. Adisucipto, Penfui, Kupang, NTT.

Rektorat Undana

Gedung Rektorat Undana tempat rektor, para pembantu rektor, para kepala biro dan jajarannya berkantor.

Kehidupan Kampus

Kampus Undana menyediakan fasilitas untuk mendorong mahasiswa aktif berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan kampus.

Praktikum Laboratorium

Undana menyelenggarakan pendidikan akademik dan pendidikan vokasi yang didukung dengan fasilitas memadai, di antaranya laboratorium.

Wisuda Sarjana dan Pascasarjana

Setiap tahun Undana mewisuda lulusan sarjana dan pascasarjana dari berbagai bidang ilmu dan pendidikan profesi.

Sabtu, 30 Agustus 2014

Bakti Sosial di Pantai Oetune dalam Rangka Merayakan Dies Natalis ke-52 Undana

Setelah melaksanakan kegiatan Ekspedisi Pendakian Gunung Mutis, Undana kembali melaksanakan kegiatan ruang (outdor) dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-52. Kegiatan tersebut, yang diselenggarakan 23 Agustus 2014, adalah kegiatan Bakti Sosial di Pantai Oetune, pantai wisata di Kecamatan Kualin, Kabupaten TTS. Kegiatan bakti sosial tersebut dimaksudkan untuk berbagi rasa dengan masyarakat setempat, sekaligus belajar dari masyarakat mengenai permasalahan yang mereka hadapi. Dengan begitu diharapkan Undana tidak menjadi menara gading, melainkan merupakan bagian dari masyarakat dan bahkan milik masyarakat. Kegiatan ini sekaligus menunjukkan bahwa pada Dies Natalis ke-52 ini Undana sudah ada di gunung dan di laut, sesuai dengan pola ilmiah pokoknya, lahan kering kepulauan, dan visinya, menjadi universitas berwawasan global tanpa melupakan jati dirinya.

Pantai Oetune merupakan pantai wisata yang sedang dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten TTS. Pantai ini dapat dicapai dari Kupang dengan menempuh jalan raya menuju Soe dan setelah tiba di Batuputih, setelah jembatan Noel Mina, berbelok ke kanan melewati Panite, ibukota Kecamatan Amanuban Selatan. Dari Soe, dapat dicapai melalui jalan raya ke Kupang, dengan berbelok ke kiri di Batuputih, sebelum mencapai jembatan Noel Mina. Jalan menuju pantai tersebut merupakan jalan beraspal mulus dengan pemandangan khas Timor, padang savana, dan pemandangan areal persawahan di sepanjang dataran sungai Noel Mina. Menjelang memasuki pantai, pengunjung harus melalui jalan perkerasan sepanjang beberapa kilometer, melewati hamparan tumbuhan lontar, mirip dengan hamparan kelapa di sepanjang pantai pulau-pulau di Indonesia bagian barat.


Kegiatan bakti sosial dihadiri oleh Camat Kualin, kepala desa setempat, dan warga desa-desa setempat. Kegiatan bakti sosial dibuka dengan sambutan oleh Rektor Undana, Prof. Fredrik L. Benu. Rektor menyampaikan bahwa kegiatan bakti sosial yang dilaksanakan sebagai rangkaian perayaan Dies Natalis ke-52 Undana dimaksudkan untuk mendekatkan Undana dengan masyarakat. Rektor menyampaikan bahwa Pantai Oetune dipilih sebagai lokasi merupakan tindak lanjut dari kunjungan Rektor sebelumnya. Dari kunjungan pendahuluan tersebut diperoleh informasi bahwa masyarakat setempat menghadapi sejumlah permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian dari Undana. Di antara permasalahan yang dihadapi tersebut, yang menonjol adalah masalah kesehatan dan masalah alih penguasaan lahan seiring dengan pengembangan Pantai Oetune sebagai obyek wisata baru.

Kegiatan dimulai dengan pembagian anakan pohon untuk ditanam oleh masyarakat pada musim hujan yang akan datang. Anakan tersebut merupakan sumbangan dari Kepala BLHD Provinsi NTT, Ir. Frederik Tielman, yang adalah alumnus Fakultas Pertanian Undana. Penyampaian sumbangan anakan pohon tersebut difasilitasi oleh Ir. Zigma Naraheda, juga alumnus Fakultas Pertanian Undana dan pejabat di lingkungan BLHD Provinsi NTT, yang sebelumnya juga berperan aktif mengorganisasikan kegiatan Ekspedisi Pendakian Gunung Mutis. Anakan yang disumbangkan terdiri atas anakan pohon asli Timor, cendana, dan anakan pohon introduksi bernilai ekonomis, gmelina dan mahoni.


Setelah penyerahan anakan, kegiatan dilanjutkan dengan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa FK Undana, dikoordinasikan sendiri oleh Dekan FK Undana, dr. A.A. Heru Tjahyono, SpOG. Bersamaan dengan itu dilaksanakan pertandingan lari karung dan pertandingan tarik tambang di bibir pantai. Yang unik dari kedua kegiatan pertandingan ini, meskipun dilaksanakan di pantai, keduanya dilakukan di pasir kering, bukan pada bagian pasir yang terhempas ombak. Tentu akan lebih seru bila kedua pertandingan dilakukan dengan berbasah-basah. Tetapi kedua pertandingan dilakukan di pasir kering sesungguhnya merupakan cerminan bawah sadar, bahwa meski bagaimanapun, di benak masyarakat lahan kering tetap saja tertanam perasaan takut air. Kegiatan tarik tambang dilanjutkan dengan tarik tambang menarik bis yang terperosok masuk pasir dan tarik tambang antara dua bis yang sama-sama terperosok, setelah bis kedua mencoba menolong menarik yang lebih dahulu terbenam di pasir.



Sementara itu, ibu-ibu Dharma Wanita Persatuan Undana, organisasi para sitri tenaga pendidik dan tenaga kependidikan Undana, bersama-sama dengan dosen dan mahasiswa yang hadir, berbaur dengan masyarakat setempat menunjukkan kebolehan masing-masing menari di bawah terik matahari. Tak hirau terpaan panas matahari pantai dan hembusan angin pantai yang berdebu, mereka terus menarikan satu tarian ke tarian berikut, diiringi musik membahana yang diputar melalui sound system yang sengaja dibawa oleh panitia. Pada saat yang sama, dosen dan tenaga kependidikan FST Undana menggelar kegiatan terpisah, memanggang daging di balik kerimbunan anakan lontar. Sebelum makan siang bersama, dilakukan penyerahan sembako sumbangan Flobamora Mall kepada masyarakat yang membutuhkan, oleh Rektor dan pejabat lainnya.


Sebelum meninggalkan pantai, Rektor memimpin pengumpulan sampah di sepanjang pantai dan sekitar lokasi kegiatan. Sampah, yang terdiri terutama atas sampah plastik, dikumpulkan di tempat pengumpulan sampah yang sudah ada. Rombongan meninggalkan Pantai Oetune menjelang petang, meninggalkan deretan deretan rumpun lontar yang kemilau diterpa sinar matahari menjelang terbenam. Rombongan kembali dengan menggunakan bis, pickup, dan kendaraan dinas maupun pribadi, bahkan juga dengan motor, kembali ke rumah masing-masing. Mudah-mudahan sesampai di rumah, masing-masing merenungkan apa yang seharusnya dapat dilakukan Undana untuk bisa lebih banyak berbuat untuk masyarakat di sekitarnya.

Sabtu, 23 Agustus 2014

Pengibaran Bendera Undana dan Bendera Merah Putih di Puncak Gunung Mutis untuk Memperingati Dies Natalis ke-52 Undana

Berawal dari status di Facebook, akhirnya bendera Undana berhasil dikibarkan mendampingi bendera Merah Putih di puncak Gunung Mutis, gunung tertinggi di wilayah Provinsi NTT, pada 21 Agustus 2014, pada ketinggian 2.427 m dpl. Ekspedisi pendakian yang dikaitkan dengan kegiatan peringatan Dies Natalis ke-52 Universitas Nusa Cendana 1 September 2014 ini merupakan kegiatan mandiri yang direncanakan, dilaksanakan, dan dibiayai sendiri oleh tim yang terdiri atas tenaga pendidik (dosen), tenaga kependidikan (pegawai administrasi), mahasiswa, dan alumni. Pembiayaan dilakukan dengan cara patungan, termasuk biaya sirih pinang untuk para tua adat dan oleh-oleh untuk masyarakat setempat. Sarana pendukung penting seperti mobil gardan ganda untuk mencapai basecamp dan tenda disumbangkan oleh alumni, khususnya alumni Fakultas Pertanian: Ir. Arben Malelak, dan Ir. Ansor Orang. Sarana pendukung lainnya diadakan sendiri oleh setiap anggota tim.

Tim sampai di puncak dalam dua gelombang, gelombang pertama pengibaran bendera dilakukan oleh Wayan Nampa, Ir. Arben Malelak, dan kawan-kawan, termasuk koordinator ekspedisi Norman Riwu Kaho. Gelombang kedua pengamatan medan pendakian dilakukan oleh Remi Natonis, Soleman Tualaka, Noya Letuna, Zigma Naraheda, dan I Wayan Mudita. Pengamatan medan pendakian dilakukan untuk memetakan jalur dengan menggunakan alat penerima GPS serta menentukan titik-titik penting dan mencatat keadaan vegetasi di sepanjang jalur pendakian. Anggota tim gelombang kedua sampai di puncak tepat pukul 12.00 WITA, setelah anggota gelombang pertama mengibarkan bendera beberapa jam sebelumnya. Selain melakukan pengamatan medan pendakian, anggota tim gelombang kedua juga mengupayakan agar semua anggota tim dapat mencapai puncak bersama-sama dengan cara saling memberikan semangat kepada anggota yang kelelahan.


Persiapan pendakian dikoordinasikan oleh Norman Riwu Kaho, termasuk menghubungi pemandu. Kebetulan, yang bersangkutan merencanakan melakukan pendakian bersama dengan tim lain dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus, meskipun karena keadaan cuaca yang kurang mendukung maupun hal lain, pendakian tersebut batal dilaksanakan. Penggalangan dukungan alumni dilaksanakan oleh Zigma Naraheda sehingga dapat diperoleh tiga mobil gardan ganda sebagai sarana transportasi menuju desa Fatumnasi dan lokasi basecamp di kawasan padang rumput Lelofui. Mengingat kawasan pendakian berstatus sebagai cagar alam, pengurusan ijin dari Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam NTT dilakukan oleh Remi Natonis. Secara keseluruhan, koordinasi persiapan dan pelaksanaan pendakian dilakukan oleh Pembantu Rektor IV I Wayan Mudita, termasuk koordinasi dengan Ketua Panitia Perayaan Dies Natalis ke-52 Undana, Dekan FKM Undana Dra. Engelina Nabuasa, MS.

Pendakian direncanakan akan diikuti oleh Rektor Prof. Fred Benu. Namun pada saat-saat terakhir keberangkatan, Rektor yang dua hari sebelumnya berangkat ke Jakarta untuk menghadiri pertemuan penting, menyampaikan pesan bahwa dengan sangat menyesal beliau tidak bisa ikut. Beliau menyampaikan bahwa terjadi penundaan jadwal pertemuan sehingga harus menunda kepulangan ke Kupang. Keberangkatan tim dilepas oleh Pembantu Rektor III Prof. Simon Sabon Ola didampingi oleh Ketua Panitia Peringatan Dies Natalis ke-52 Dra. Engelina Nabuasa, MS, di depan Gedung Rektorat Undana pada 20 Agustus 2014 sekitar pukul 10.30 WITA. Tim berangkat ke Soe dengan menggunakan 4 mobil, terdiri atas 3 mobil gardan ganda dan satu mobil pickup biasa untuk mengangkut tenda bantuan Pemerintah Kabupaten TTS yang diperoleh berkat bantuan dari Ir. Welhelmus I.I. Mella, MSc., Ph.D., yang semula merencanakan ikut tetapi juga membatalkan pada saat-saat terakhir. Tiga mobil gardan ganda langsung menuju ke Kantor Desa Fatumnasi untuk melapor, dan selanjutnya, setelah mobil pickup yang mengangkut tenda tiba dan pelepasan oleh Kepala Desa, bersama-sama menuju lokasi basecamp di padang rumput Lelofui.

Dalam perjalanan menuju basecamp, tim mengikuti upacara persembahyangan adat di pintu masuk pertama di titik persimpangan pada jalur jalan menuju Desa Nenas. Sesampai di lokasi basecamp, pendirian tenda dilakukan oleh anggota Resimen Mahasiswa Undana, yang ikut menyertai pendakian. Cuaca sangat mendukung. Di bawah langit terang penuh bintang, di tepian hamparan padang rumput Lelofui yang luas dan berbukit, api unggun dinyalakan untuk menghangatkan suasana dan mempersiapkan makan malam. Dini hari, tepat pukul 5.00 WITA, pendakian pun dimulai, melalui jalur yang lazim ditempuh. Setelah melalui tegakan hutan ampupu, tim sampai di padang rumput kedua. Langit sudah terang sehingga di kejauhan sebelah kiri tampak Gunung Timau berkilai diterpa pendar cahaya pagi. Pendakian dilanjutkan menuju pintu masuk kedua, tempat kembali dilakukan acara persembahyangan adat untuk memohon keselamatan. Mulai pada titik ini, tim terbagi dua: rombongan pertama berlomba menuju puncak untuk melakukan pengibaran bendera dan rombongan kedua tertinggal di belakang untuk menjaga keutuhan tim dan melakukan pengamatan medan pendakian.

Rombongan kedua mencapai puncak tepat pukul 12.00 WITA, tetapi seorang anggota, Zigma Naraheda, hanya bisa sampai pada ketinggian 2.300 m dpl karena kelelahan sehingga harus dipandu kembali turun oleh anggota Resimen Mahasiswa. Setelah melakukan penghormatan bendera dan pengamatan selama 30 menit di puncak, rombongan kedua pun kembali melakukan perjalanan turun, mula-mula melalui jalur baru yang telah dirintis oleh pemandu yang juga mendampingi perjalanan turun rombongan pertama, sebelum kemudian kembali melalui jalur sebelumnya. Perjalanan turun oleh rombongan kedua dilakukan dengan merayap karena seorang anggota rombongan, I Wayan Mudita, mengalami cidera lutut karena terjatuh menginjak bebatuan lepas pada saat melalui jalur baru. Rombongan kedua mencapai basecamp sekitar pukul 16.30 WITA, bersama-sama dengan sebagian dari anggota rombongan pertama yang menunggu di pintu masuk kedua, termasuk Norman Riwu Kaho yang juga mengalami cidera lutut. Dari basecamp tim kembali ke Desa Fatumnasi untuk makan malam dan mengikuti acara pelepasan secara adat di rumah Bapak Anin, dihadiri oleh Kepala Desa Fatumnasi, petugas BBKSDA NTT yang sebelumnya juga ikut dalam rombongan pendakian, dan Bapak Yefta Mella, yang pada malam sebelum pendakian ikut mendampingi tim sampai di basecamp.

Pelepasan dilakukan secara adat dengan dipimpin oleh Bapak Anin, pemuka adat yang berperan sebagai juru kunci Gunung Mutis. Setelah didahului dengan sambutan, dilakukan diskusi singkat mengenai upaya yang perlu dilakukan untuk pembangunan kawasan Gunung Mutis. Pada kesempatan tersebut, Bapak Anin dan Bapak Yefta Mella menyampaikan harapan agar Undana dapat membantu mendorong agar pemerintah pusat dapat memberikan ijin pembangunan jalan dari Desa Fatumnasi menuju Desa Nenas yang selama ini, karena melalui kawasan cagar alam, tidak dapat dilakukan. Setelah diskusi singkat, tim dilepas secara adat dengan tarian tradisional. Tim meninggalkan Desa Fatumnasi sekitar pukul 11.00 WITA. Sebelumnya, karena harus sudah tiba di Kupang pada sore hari, satu anggota penting tim pendakian, Ir. Arben Malelak, telah terlebih dahulu berangkat menuju Kupang begitu sampai di basecamp. Mobil pickup yang mengangkut tenda harus singgah kembali di Soe untuk mengembalikan tenda, sedangkan dua mobil lainnya langsung berangkat menuju Kupang dan tiba sekitar pukul 24.00 WITA.

Semua anggota tim pasti sangat lelah, tetapi semuanya juga pasti sangat bangga telah berhasil mengibarkan bendera Undana mendampingi bendera Merah Putih di puncak gunung tertinggi di Provinsi NTT pada saat Undana telah mencapai usia 52 tahun. Perayaan Dies Natalis kali ini berhasil diwarnai dengan kegiatan baru, setelah dari tahun ke tahun diisi dengan kegiatan yang sama. Di benak setiap anggota tim terbersit harapan, mudah-mudahan keberhasilan pendakian ini dapat menjadi tonggak untuk tumbuhnya kegiatan penjelajahan alam liar di kalangan mahasiswa dan sivitas akademika lainnya di Undana. Dengan begitu, Undana tidak hanya dikenal melalui paduan suara, melainkan juga melalui pengenalan jati diri dalam aspek lain, jati diri alam liar lahan kering yang selama 52 tahun terkesan diabaikan. Padahal, alam lahan kering yang menjadi ciri khas Undana begitu mempesona dan menjanjikan untuk dikedepankan.

Rabu, 20 Agustus 2014

Menyajikan Materi Analisis Data Kuantitatif pada Lokakarya Metodologi Penelitian yang Diselenggarakan oleh Lemlit Undana

Penelitian merupakan unsur tridharma yang kini semakin penting seiring dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan publikasi ilmiah pada tingkat nasional maupun internasional. Upaya untuk meningkatkan publikasi ilmiah tersebut perlu terus digalakkan mengingat indeks sitasi (citation index) Indonesia masih dikalahkan oleh negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Berkaitan dengan itu maka dosen perlu terus didorong untuk meningkatkan kapasitas penelitian sehingga mampu menghasilkan produk penelitian yang layak publikasi. Upaya tersebut antara lain dilakukan melalui pelatihan metodologi penelitian sebagaimana yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian Undana pada 18-20 Agustus 2014 baru-baru ini.

Materi yang disajikan pada pelatihan tersebut mencakup berbagai aspek pelaksanaan penelitian, mulai dari kebijakan penelitian di lingkungan Undana, metodologi penelitian kuantitaif dan kualitatif, dan sampai pada kiat-kiat penyusunan proposal untuk memperoleh berbagai skema dana hibah penelitian yang disediakan melalui Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DP2M Dikti). Di antara materi tersebut, PR IV diminta untuk menyajikan materi mengenai metodologi penelitian kuantitatif dan review proposal penelitian kuantitatif. Tidak disediakan rambu-rambu mengenai apa yang harus disajikan dengan judul seperti itu sehingga hanya bisa diperkirakan berdasarkan pengalaman, materi apa yang kira-kira relevan untuk dosen yang baru pertama kali mengikuti pelatihan metodologi penelitian.

Selama ini banyak peneliti pemula memperlakukan semua data angka seakan-akan sebagai data kuantitatif. Padahal, data angka terdiri atas taraf nominal, ordinal, interval, dan rasio. Data nominal bersifat hanya membedakan, misalnya membedakan laki-laki dan perempuan dengan kode 1=laki-laki dan 2=perempuan. Dalam hal ini, 2 tidak lebih besar daripada 1 (tidak memeringkatkan). Data ordinal bersifat membedakan dan memeringkatkan. Misalnya rasa bakso diskor 1=sangat tidak enak, 2=tidak enak, 3=biasa saja, 4=enak, dan 5=sangat enak, setiap skor berbeda 1. Tetapi, perbedaan 1 antara 1 dan 2 tidak bermakna sama dengan perbedaan 1 antara 2 dan 3, dan seterusnya. Data taraf berikutnya, taraf interval, bersifat membedakan dan memeringkatkan, tetapi dengan nilai 0 kesepakatan. Misalnya suhu dalam derajat Celcius, 0 tidak berarti tidak ada suhu, melainkan disepakati sebagai titik air membeku pada tekanan 1 atm. Data taraf tertinggi, taraf rasio, bersifat membedakan, memeringkatkan, dan dengan nilai 0 sejati. Jumlah telur ayam 0 berarti tidak ada telur dan 5 butir telur ditambah 6 butir telur berjumlah 11 butir telur. Data taraf rasio ini adalah data yang benar-benar bersifat kuantitatif sehingga dapat dikenai operasi matematik dan statistik.

Data rasio sekalipun tidak semuanya sama, dapat bersifat diskret atau kontinyu. Data jumlah organisme, misalnya, merupakan data diskret sehingga merupakan bilangan bulat. Misalnya, jumlah sapi, ikan kakap, capung, pohon kelapa, dan organisme lainnya merupakan data diskret. Jumlah 3,25 ekor sapi sebenarnya tidak masuk akal sebab 0,25 sapi bukan merupakan sapi hidup, melainkan daging sapi. Data diskret berbeda dengan data kontinyu, yang pada umumnya merupakan karakteristik organisme. Misalnya, berat seekor sapi 135,5 kg merupakan data kontinyu. Dalam hal data kontinyu ini, jumlah angka di belakang koma tidak selalu menunjukkan ketelitian, sebagaimana dikira banyak orang. Jumlah angka di belakang koma yang menunjukkan ketelitian bergantung pada alat ukur yang digunakan. Misalnya ukuran panjang batang bambu 135,5 cm, angka 0,5 cm menunjukkan ketelitian bila pengukuran panjang dilakukan dengan menggunakan meteran dengan skala mm. Bila dengan meteran yang sama kemudian dihasilkan ukuran panjang 135,57 cm maka angka 0,07 tidak berarti apa-apa sehingga tidak perlu dituliskan dan dimasukkan untuk analisis.

Mengenai analaisis data, perlu dibedakan analisis data kuantitatif dari analisis kuantitatif. Analisis data kuantitatif adalah analisis data bertaraf rasio, atau sekurang-kurangnya data berskala interval. Sebaliknya, analisis kuantitatif dapat dilakukan terhadap data kualitatif yang diberi skala kuantitatif dengan berbagai macam skala pengukuran, misalnya skala Likert. Kedua kategori analisis ini sama-sama menganalisis data angka, tetapi substansi yang diwakili oleh angka-angka yang dianalisis tersebut berbeda. Analisis data kuantitatif dapat dengan mudah dianalisis menggunakan teknik-teknik analisis statistika parametrik, yaitu teknik-teknik analisis yang didasarkan atas distribusi statistik tertentu. Sebaliknya, data kualitatif yang dikuantifikasi menjadi kuantitatif tidak dapat dianalisis dengan menggunakan teknik analisis yang sama, melainkan dengan menggunakan teknik-teknik analisis non-parametrik yang tidak mengasumsikan bahwa data berdistribusi statistik tertentu.

Data kuantitatif diperoleh dari pengukuran peubah (variable), baik peubah bebas (independent vatiable) maupun peubah tidak bebas (dependent variable). Analisis data yang dilakukan terhadap satu per satu peubah tidak bebas dikenal sebagai analisis statistika univariat, sebaliknya yang dilakukan terhadap beberapa peubah tidak bebas sekaligus dikenal sebagai analisis statistika multivariat. Misalkan dari percobaan pemupukan tanaman padi pertumbuhan dan produksi 5 galur padi ladang (peubah bebas) diukur: (1) jumlah anakan produktif per rumpun, (2) jumlah daun per tanaman padi, (3) tinggi tanaman pada umur 6 minggu setelah tanam, dan (4) produksi gabah kering/rumpun (peubah tidak bebas). Dalam hal ini, analisis untuk membandingkan jumlah anakan produktif per rumpun sebagai peubah tidak bebas dari kelima galur padi ladang sebagai peubah bebas merupakan analisis statistika univariat. Sebaliknya bila peneliti ingin mengelompokkan kelima galur padi ladang, dengan menggunakan keempat peubah tidak bebas sekaligus, merupakan analisis statistika multivariat.

Analisis statistik sering juga dibedakan menjadi analisis deskriptif dan analisis inferensial. Analisis deskriptif bertujuan sekedar untuk mendeskripsikan keterpusatan dan ketersebaran data, misalnya dengan menggunakan rerata (mean) sebagai ukuran keterpusatan dan ragam (variance) sebagai ukuran ketersebaran. Sebaliknya, analisis inferensial bertujuan untuk pengambilan keputusan dengan tingkat tertentu melakukan risiko salah (galat, error). Analisis inferensial ini lazim dilakukan apabila peneliti ingin menguji hipotesis, misalnya hipotesis bahwa produksi 5 galur padi ladang  tidak berbeda satu sama lain (hipotesis nol) versus produksi 5 galur padi ladang berbeda satu sama lain (hipotesis alternatif). Untuk menguji hipotesis mengenai perbedaan seperti ini lazim digunakan analisis ragam (analysis of variances) yang kemudian dilanjutkan dengan uji pemisahan rerata atau uji kontras ortogonal bila peubah bebas bersifat kualitatif (misalnya galur padi ladang) atau dengan uji polinomial ortogonal bila peubah bebas bersifat kuantitatif (misalnya dosis pemupukan). Untuk peubah bebas bertaraf kuantitatif, misalnya dosis pupuk urea, uji hipotesis juga dapat dilakukan dengan menggunakan analisis regresi (regression analysis).

Keputusan analisis inferensial dinyatakan dalam taraf nyata (significance) sebagai dasar, biasanya pada taraf 0,01 atau 0,05. Dalam hal ini, istilah nyata (signiificant) berarti tidak lebih dari sekedar berbeda lebih tinggi antar taraf perlakuan daripada antar ulangan. Perlakuan merupakan perbedaan yang sengaja diatur dalam percobaan, sedangkan ulangan harus diacak. Karena acak maka ulangan seharusnya tidak boleh berbeda dan kalau berbeda, merupakan perbedaan secara kebetulan. Dengan demikian, arti 'berbeda nyata' sebenarnya tidak lebih dari perbedaan yang disengaja lebih besar daripada perbedaan secara kebetulan. Dalam bahasa statistika, bila hasil pengukuran peubah tidak bebas dinyatakan sebagai Y dan hasil pengukuran peubah bebas dinyatakan sebagai X maka Y=X+e, di mana x menyatakan galat (error). Dalam hal ini, X dikatakan berpengaruh nyata terhadap Y bila perbedaan antar taraf Y lebih besar dari perbedaan antar ulangan setiap taraf X. Dalam hal ini taraf adalah taraf perlakuan, misalnya X1, X2, X3, X4, dan X5, yang masing-masing, misalnya, dicobakan dalam 3 ulangan.

Analisis data kuantitatif yang selama ini semakin mendapat perhatian adalah analisis spasial. Dalam analisis spasial, data kuantitatif atribut dianalisis bersama-sama dengan data spasial (spatial data) dari setiap peubah. Data spasial merupakan posisi setiap peubah dalam ruang yang dalam konteks permukaan bumi, ruang tersebut adalah permukaan bumi. Data spasial terdiri atas data titik, data garis, dan data bidang (poligon). Ketika tipe data spasial tersebut dapat digambarkan sebagai vektor (satu titik atau kumpulan titik-titik tanpa jejaring) atau sebagai raster (jejaring titik-titik). Data spasial dinyatakan dalam format koordinat, misalnya koordinat Cartesius X,Y. Untuk ruang di permukaan bumi digunakan koordinat geografik, terdiri atas koordinat garis lintang dan koordinat garis bujur. Koordinat geografik ini dapat dinyatakan dalam berbagai cara, di antaranya dalam format derajat desimal, misalnya -10.154535°,123.658634° (koordinat titik spasial Gedung Baru Rektorat Undana). Gedung rektorat baru tersebut mempunyai data atribut luas bangunan, tinggi bangunan, jumlah lantai, jumlah ruangan, dsb. Seperti halnya analisis data atribut, analisis data spasial dapat dilakukan sekedar untuk menggambarkan (analisis deskriptif), misalnya dengan memetakan data, maupun untuk pengambilan keputusan (analisis inferensial), misalnya untuk mengklasifikasikan, fakultas mana yang terletak pada jarak lebih dari 500 m dari gedung rektorat.

Dahulu, analisis kuantitatif dilakukan secara manual dengan bantuan simpoa atau kalkulator. Kini analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan mudah menggunakan berbagai program aplikasi komputer yang dirancang khusus untuk tujuan analisis data. Program aplikasi tersebut terdiri atas program aplikasi analisis statistika dan program aplikasi analisis spasial, masing-masing dapat berupa program aplikasi berbayar dan program aplikasi akses terbuka (gratis). Program aplikasi analisis statistika berbayar yang populer antara lain adalah Minitab, SPSS, STATISTICA, dan SAS/STAT, sedangkan yang gratis tetapi tidak kalah dari yang berbayar adalah SalStat, Statistical Lab, PSPP, dan R. Analisis data spasial lazim dilakukan dengan menggunakan program aplikasi sistem informasi geografik (SIG), baik berbayar maupun gratis. Contoh program aplikasi SIG berbayar adalah MapInfo Professional dan ArcGIS, sedangkan yang gratis adalah OpenJump, SAGA, dan QGIS. Silahkan kunjungi daftar program aplikasi analisis statistika gratis dan program aplikasi SIG gratis dan SIG sumber terbuka (open source), lalu pilih sendiri mana yang akan diunduh sesuai dengan kebutuhan.

Kemampuan untuk menggunakan program aplikasi untuk menganalisis data kuantitatif memang sangat membantu. Akan tetapi, perlu senantiasa diingat bahwa program aplikasi hanyalah alat. Hasil analisis dengan menggunakan program aplikasi yang manapun akan selalu bergantung pada kualitas data yang dianalisis. Program aplikasi analisis data tidak pernah bisa memperbaiki kualitas data, melainkan hanya menganalisis data. Data yang kaulitasnya buruk akan dianalisis apa adanya, dan hasilnya tentu saja tetap berkualitas buruk. Terhadap data berkualitas rendah, program aplikasi analisis data kuantitatif bekerja sebagai GIGOLO: Garbage In, Garbage Out, Low Output (sampah masuk, sampah keluar, hasilnya tetap saja berkualitas rendah). Teknik analisis data tidak pernah bisa mengubah sampah menjadi emas sehingga dalam penelitian kuantitatif, kualitas data sangat menetukan hasil analisis. Review proposal seharusnya difokuskan pada upaya untuk memastikan bahwa analisis data kuantitatif dengan menggunakan program aplikasi tidak bermuara pada GIGOLO, bukan pada kecanggihan program aplikasi yang digunakan.

Kamis, 14 Agustus 2014

PR IV Mewakili Rektor Membuka Secara Resmi dan Menyajikan Materi pada Seminar Dies Natalis XIII FKM Undana

Dies Natalis XIII Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Undana tahun 2014 dirayakan dengan mengadakan sejumlah kegiatan, di antaranya seminar sehari dengan tema "Kelurga Sehat sebagai Pilar Utama Pembangunan Bangsa". Kegiatan seminar dilaksanakan pada Rabu, 13 Agustus 2014 bertempat di gedung baru kampus FKM Undana. Rencananya, seminar sehari yang menghadirkan 4 pembicara kunci tersebut dibuka oleh Rektor, tetapi karena berhalangan, Rektor mewakilkan kepada Pembantu Rektor IV (PR IV) I Wayan Mudita untuk membuka dan sekaligus menyampaikan materi dengan judul "Penguatan Ketahanan Pangan Berbasis Kearifan Lokal: Pemanfaatan Pangan Lokal untuk Menunjang Gizi Keluarga".

Dalam kata sambutan mewakili Rektor, PR IV menyampaikan ucapan selamat kepada seluruh sivitas akademika FKM Undana yang dalam 13 tahun terakhir ini telah berkontribusi banyak terhadap pembangunan kesehatan di Provinsi NTT. Disampaikan bahwa usia 13 tahun merupakan usia menginjak remaja bagi manusia, tetapi bagi sebuah institusi pendidikan, merupakan usia yang sudah sewajarnya bisa memberikan kontribusi sesuai dengan tridharma yang diembannya. Pada kesempatan tersebut Pembantu Rektor IV juga menyampaikan selamat atas ditunjuknya Dekan FKM Dra. Engelina Nabuasa, MS, sebagai Ketua Panitia Dies Natalis 52 Undana, yang jatuh pada 1 September 2014 nanti. Perayaan Dies Natalis tersebut dilkukan dengan melaksanakan serangkaian kegiatan, di antaranya bazar dan jalan sehat yang telah dilaksanakan pada 11-13Agustus 2014.

PR IV sekaligus menggunakan kesempatan tersebut untuk menjelaskan visi universitas berwawasan global yang perlu dipahami dengan mengedepankan keunggulan lokal. Dalam kaitan dengan keunggulan tersebut, Undana telah menetapkan lahan kering kepulauan sebagai pola ilmiah pokok. Sehubungan dengan itu, PR IV meminta FKM Undana untuk memfokuskan upaya untuk mengedepankan lahan kering kepulauan sebagai jati diri dalam melaksanakan kegiatan tridharmanya. PR IV meminta FKM untuk tidak perlu terganggu dengan istilah 'lahan' karena istilah tersebut tidak hanya menyangkut tanah melainkan segala bentuk mahluk hidup yang didukungnya, termasuk manusia yang menjadi obyek FKM. Lahan kering terdapat di banyak tempat di dunia, tetapi lahan kering kepulauan hanya terdapat di kepulauan Nusa Tenggara dan pulau-pulau bagian selatan Provinsi Maluku. Dengan berfokus pada lahan kering kepulauan diharapkan FKM Undana dapat menjadi menonjol karena berbeda dari FKM di universitas-universitas lain.

Atas nama Rektor, PR IV membuka seminar dengan resmi seraya mengajak peserta untuk berperan aktif mensukseskan pelaksanaan seminar tersebut. Pembukaan langsung dilanjutkan dengan presentasi sesi pertama yang menampilkan 3 pembicara secara panel, yaitu PR IV mewakili Rektor, Dekan FKM Dra. Engelina Nabuasa, MS, dan Dr. dr. H.A. Fernandez, M.Kes. Dalam presentasinya, PR IV memaparkan kearifan lokal dalam kaitan dengan kebijakan ketahanan pangan, program ketahanan pangan dan hasilnya, serta harapan terhadap peran FKM Undana untuk mendukung penguatan gizi keluarga berfokus pada lahan kering kepulauan. Untuk itu, PR IV meminta agar FKM Undana dapat mengimplementasikan pola ilmiah pokok lahan kering kepulauan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat.

Dalam paparannya, PR IV menyoroti kebijakan ketahanan pangan yang memberikan apresiasi terhadap kearifan lokal dan pangan lokal. Kearifan pangan memang telah secara implisit dicantumkan dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Namun kearifan lokal tersebut masih belum terjabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan yang masih berlandaskan pada undang-undang pangan sebelumnya. Terutama disoroti kebijakan diversifikasi pangan yang berfokus pada diversifikasi konsumsi pangan, yang menurut PR IV, cenderung meningkatkan impor pangan dan menumbuhkan kebergantungan pada pangan impor. Sehubungan dengan itu, PR IV Undana menegaskan bahwa diversifikasi konsumsi perlu didahului dengan diversifikasi produksi pangan. "Bukannya mendorong produksi pangan melalui intensifikasi komoditas tunggal semisal program 'jagungisasi', melainkan seharusnya mendorong pengembangan sistem produksi tumpangsari semisal peningkatan sistem pekarangan dan sistem perladangan", tandasnya. Diversifikasi konsumsi pangan, lanjutnya, hanya akan dapat meningkatkan konsumsi pangan lokal bila pangan lokal tersedia di pasar, bukannya pasar justru dipenuhi dengan bahan pangan impor.

Sabtu, 09 Agustus 2014

Rektor Undana Berdialog dengan Tokoh Masyarakat dan Meninjau Kawasan Hutan Ikan Foti

Seusai Rapat Senat Jumat 8 Agustus 2014 kemarin, Rektor Undana Prof. Fred Benu meminta para Pembantu Rektor dan Anggota Senat Universitas dari unit terkait untuk meninjau kawasan hutan Ikan Foti. Maka Sabtu, 9 Agustus 2014, sekitar pukul 7.30 WITA, sebagaimana waktu yang telah disepakati, saya sudah sampai di Gedung Rektorat Undana. Setelah Rektor tiba dan menunggu beberapa waktu, kami pun berangkat melalui jalur Penfui-Baumata-Besmarak-Baun, jalur lebih pendek daripada melalui jalur utama yang melewati pusat kota Kupang. Sekitar pukul 8.30 kami pun sampai di lokasi yang dituju, kawasan Hutan Ikan Foti, yang dahulu merupakan kawasan hutan penelitian Pusat Penelitian Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam (PPLHSA) Undana, ketika saya menjabat kepala pusat penelitian tersebut pada 1997-2003.


Di lokasi sudah menunggu Ketua Lembaga Penelitian (Lemlit) Undana, Prof. Mien Ratoe Oedjoe, disampingi oleh Sekretaris Lemlit, Dr. Mchael Riwu Kaho, yang juga adalah Ketua Forum DAS NTT. Tampak juga hadir Ketua Lembaga Pengabdian pada Masyarakat (LPM) Undana, Asdir I Program Pascasarjana (PPs), beberapa Kepala Pusat Penelitian dan Kepala Pusat dalam lingkungan LPM. Semula saya menduga sudah hadir anggota masyarakat, tetapi ternyata hanya seorang tokoh masyarakat didampingi oleh Sdr. Nahum Mokos, pegawai PPLHSA Undana yang sebelum pensiun ditugaskan untuk menjaga kawasan hutan penelitian ini. Sekretaris Lemlit kemudian menjelaskan mengenai sejarah kawasan hutan Ikan Foti dan rencana untuk mengurus legalitasnya sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus. Menurut Sekretaris Lemlit, kawasan hutan pernah diserahkan kepada Undana pada 1983 tetapi tidak disertai dengan bukti legal dan sejak akhir 1980-an tidak pernah dikelola oleh Undana sehingga agar dapat dikelola kembali maka perlu dilakukan pengurusan kembali.


Kawasan hutan ini sebenarnya tidak ditinggalkan pengelolaannya oleh Undana, setidak-tidaknya sampai akhir masa jabatan saya di PPLHSA Undana pada 2003. PPLHSA Undana ketika itu melakukan pemagaran kawasan dan secara rutin melakukan pengamatan vegetasi secara rutin. Laporan hasil pemantauan disimpan di perpustakaan penelitian PPLHSA Undana. Pengamatan vegetasi terutama dilakukan terhadap berbagai kultivar lamtoro introduksi dan jenis-jenis pohon lokal yang ditanam ketika kawasan tersebut mulai dibangun dengan bantuan dana hibah dari Ford Foundation, ketika PPLHSA, pada awalnya bernama Pusat Studi Lingkungan (PSL), pada masa kepemimpinan H. Ataupah, MA. Ketika H. Ataupah melanjutkan studi S3 di UI, pengelolaan kawasan dilanjutkan oleh Kepala PSL berikutnya, Drs. Boetje Patty dan kemudian kembali oleh Dr. H. Ataupah (1, 2), sebelum dilanjutkan oleh Kepala PPLHSA sebelum saya, Ir. B.C. Conterius, MS. Dosen Undana yang terlibat banyak sejak awal pengembangan kawasan hutan Ikan Foti dan juga hadir adalah Ir. Welhelmus Mella, M.Sc., Ph.D., kini Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan di PPs Undana.

Sekretaris Lemlit melanjutkan penjelasannya, disertai dengan menampilkan peta, untuk menunjukkan bahwa kawasan hutan Ikan Foti merupakan bagian hulu dari DAS Manikin sehingga sangat penting untuk dilestarikan. Setelah penjelasan oleh Sekretaris Lemlit, Rektor diberikan kesempatan untuk berbicara dengan tokoh adat. Rektor menjelaskan bahwa pengelolaan kawasan oleh Undana bukan berarti Undana memiliki kawasan tersebut. Undana hanya akan mengembangkan kawasan tersebut, sedangkan pemanfaatannya tetap dapat dilakukan sebagaimana yang telah dilakukan sekarang. Manfaat utama kawasan bagi masyarakat sampai saat ini adalah sebagai sumber pakan karena di dalam kawasan terdapat berbagai kultivar lamtoro (Leucaena leucocephala) yang hijauannya merupakan pakan utama sapi yang dipelihara oleh masyarakat sekitar. Tokoh masyarakat meminta Sdr. Nahum Mokos untuk mewakilinya berbicara dan menurut yang bersangkutan, masyarakat sangat senang bila Undana melanjutkan pengelolaan kawasan hutan ini.

Ketika terjadi ledakan kutu loncat lamtoro (Heteropsylla cubana) pada 1985/1986, lamtoro yang ditanam di dalam kawasan menjadi lokasi pelepasan kumbang predator Curinus coeruleus sebagai bagian dari upaya pengendalian hama terpadu (PHT) terhadap hama tersebut. Ketika itu kutu loncat lamtoro ditetapkan sebagai bencana mengingat peranan strategis lamtoro sebagai sumber pakan ternak sapi. Pengendalian kutu loncat lamtoro mula-mula dilakukan dengan melakukan penyemprotan insektisida dari udara, pengolesan insektisida pada batang lamtoro setelah ditakik, dan pemangkasan lamtoro, tetapi semuanya tidak berhasil. Pada mulanya kumbang predator yang diintroduksi dari Hawaii tersebut sempat mapan selama beberapa saat, tetapi entah mengapa kemudian saya tidak menemukannya kembali. Saya menemukannya kembali di dekat Soe pada Juli 2014, ketika mengantar mahasiswa peserta EIFI melakukan kegiatan lapangan di kawasan hutan Buat dan di Desa Linamnutu.

Sambil menunggu tokoh pemerintahan desa hadir, Rektor memutuskan melakukan peninjauan menuju pondok yang dahulu dibangun pada awal pengelolaan kawasan dilakukan oleh Undana. Pondok tersebut masih ada sampai ketika saya menjabat Kepala PPLHSA Undana, tetapi kemudian roboh termakan usia. Upaya untuk melakukan rehabilitasi atau membangun pondok baru tidak bisa dilakukan karena terbentur pada status hak atas kawasan, yang penyerahannya kepada Undana tidak disertai dengan surat-surat. Pun pengurusan surat-surat pada saat saya menjabat Kepala PPLHSA Undana tidak dapat dilakukan karena perundang-undangan yang memungkinkan penyerahan kawasan hutan untuk dikelola sebagai kawasan dengan tujuan khusus belum ada. Alhasil, ketika saya mengakhiri jabatan sebagai Kepala PPLHSA, status kepemilikan kawasan oleh Undana tetap tidak jelas.


Di dalam kawasan kami menemukan lamtoro yang batangnya sudah berukuran sangat besar. Dahulu lamtoro ditanam dalam larikan, tetapi larikan tersebut kini tidak lagi tampak jelas karena banyak pohon yang sudah mati karena ditebang untuk pengambilan hijauan bahan pakan dan ditebang untuk bahan kayu bakar. Betapa pun, masih tersisanya tegakan lamtoro menunjukkan bahwa kawasan hutan ini masih dikelola, setidak-tidaknya sampai tahun-tahun pertama setelah reformasi 1998, ketika pada saat itu perambahan hutan oleh masyarakat terjadi di mana-mana. Pada saat itu, masyarakat di desa-desa sekitar kawasan pernah mengklaim kawasan untuk dibuka sebagai kawasan perladangan tebas bakar. Kawasan hutan dapat diselamatkan setelah saya dibantu oleh Dr. H. Ataupah melakukan pendekatan terus menerus kepada masyarakat sekitar kawasan. Pendekatan dilakukan untuk menjelaskan manfaat yang dapat diperoleh bila kawasan tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan, dibandingkan dengan bila dibuka untuk perladangan.

Di dalam kawasan dahulu banyak terdapat pohon kayu merah (Pterocarpus indicus), yang dalam bahasa setempat disebut matani. Di bagian bawah, mendekati sungai, terdapat kawasan yang ditumbuhi rapat oleh bambu duri (Bambusa blumeana). Matani sudah sulit ditemukan, tetapi bambu duri tetap tumbuh rapat. Di sana-sini terdapat perdu yang dalam bahasa setempat disebut kayu ular (Strychnos lucida), yang kayunya berasa sangat pahit, oleh masyarakat digunakan sebagai obat malaria. Masih terdapat banyak pohon asam (Tamarindus indica), yang bersama-sama dengan matani, kayu ular, dan kapuk hutan (Bombax ceiba) merupakan pohon penciri hutan dataran rendah kering di Timor Barat. Sebagian dari pohon asam tersebut adalah pohon yang dahulu bijinya ditebar oleh Dr. H. Ataupah, baik ketika beliau masih menjabat Kepala PSL Undana maupun setelah itu. Bahkan sampai beberapa bulan sebelum meninggal pada Juni 2013, beliau bercerita kepada saya, beliau pergi ke sana untuk menebar biji asam.



Sekembali dari melakukan peninjauan, Rektor kembali memaparkan rencana Undana untuk kembali mengelola kawasan hutan tersebut, kali ini dengan dihadiri oleh Ketua RW dan Ketua RT dari Desa Niukbaun. Kepala Desa dari desa-desa sekitar kawasan tidak ada yang hadir. Ketua RW yang berbicara mewakili masyarakat menyampaikan bahwa pada dasarnya masyarakat tidak berkeberatan bila kawasan sikelola kembali oleh Undana, sepanjang masyarakat tetap dapat memperoleh manfaat. Rektor menyampaikan terima kasih atas penerimaan dan dukungan yang telah diberikan oleh masyarakat selama ini. Acara diakhiri dengan makan siang bersama sebelum kemudian Rektor pamit untuk menghadiri acara lain di Kupang.


Kamis, 07 Agustus 2014

Studying at Nusa Cendana University Opened Many New Doors for Me

Contributed post by Nick Metherall, student of  the Certificate of Tropical and Rural Development (CTRD), Nusa Cendana University.

I began my study at Nusa Cendana University (Undana) in September 2013. I joined the Certificate of Tropical and Rural Development (CTRD): Policy, Management and Practice. The CTRD is a semester-long ‘niche program’ at Undana. The course provides students and development practitioners with the theoretical frameworks, contextual understandings and practical tools and experience needed to work in international development, especially in tropical, rural and remote areas.

Adopting a multidisciplinary approach, the certificate program allows for students to choose subjects from a range of Masters’ Degree disciplines such as Environmental Science, Social Sciences, Public Health, Animal Sciences, Agricultural Science and Public Administration amongst others. Exposure to a wider range of disciplines allows students to gain a more holistic perspective towards development in an increasingly complex global environment – while focusing on tropical and rural niche contexts. To learn more about the CTRD you can follow this link.


My experience through the CTRD helped me gain new opportunities overseas. My experience enabled me to join a ‘Global Voices’ delegation. Global Voices is an Australian organization which supports students from Australia to join delegations which attend a range of international conferences on issues like economics, trade, security and defence as well as environment and sustainable development.

My opportunity took me to the first ever United Nations Environment Assembly (UNEA) which was held in June 2014 in Nairobi, Kenya. The conference allowed us to join a meetings with UNDP, UN-Habitat, and UNEP. While there we learned from conference other participants and also shared some of the findings from our own research. My research was about rural and remote community-driven development (CDD) in NTT. The UNEA was attended by the Director of UNEP – Achim Steiner, President of Kenya - Uhuru Kenyatta, Indonesian Environment Minister – Balthasar Kambuaya and the Secretary General of the United Nations – Ban Ki Moon.

Through the conference we learned about a range of environmental ideas in the lead up to the end of the Millennium Development Goals and the beginning of the Sustainable Development Goals as part of a new Post-2015 Development Agenda. These ideas included the illegal trade of wildlife and timber, the environmental rule of law, financing a green economy, as well as sustainable consumption and production.

After learning more about the environment and wildlife at the conference we were given the chance to go outside of the capital city into rural Kenya to see the country’s rich biodiversity. We were very lucky to get this opportunity to see the nature and wildlife of Kenya. These are some of the many animals we saw during our Safari in Kenya.

Our experiences through the conference and visiting rural areas also gave us a stronger appreciation of the environment and the importance of protecting wildlife and the ecosystems which they call home.

The MITRA Hijau or MITRA Green Movement is part of the environmental pillar of MITRA. MITRA or Mahasiswa Indonesia Timur Relasi Asing – also known as the Eastern Indonesian Students Foreign Relations Association aims to empower students in Eastern Indonesia through three main pillars. Languages, Internationalization and Environment.


MITRA also works with Equal Student Exchange (ESE) to share information about overseas study and scholarship opportunities for students from developing countries – especially those in Eastern Indonesia. If you are interested in learning more about these programs like MITRA Hijau you can join the MITRA Hijau facebook group here. To learn more about the Kampus Hijau movement within MITRA you can join the Kampus Hijau Facebook Group.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites