Keberangkatan Rektor dan Pembantu Rektor IV dalam simposium tersebut sepenuhnya dibiayai oleh melalui anggaran penelitian. Rencananya Rektor dan Pembantu Rektor IV berangkat pada 27 April 2015 pagi dengan penerbangan Wings Air, tetapi karena berangkat terlalu pagi dan harus transit, maka keberangkatan dialihkan dengan menggunakan penerbangan Garuda Indonesia. Namun ternyata penerbangan Garuda Indonesia pagi hari dibatalkan sehingga baru bisa berangkat dengan penerbangan Garuda Indonesia siang hari dengan transit cukup lama di Tambolaka, Kabupaten Sumba Barat Daya. Akibatnya, penerbangan tidak bisa dilanjutkan karena penerbangan AirAsia Indonesia Denpasar-Darwin berangkat pukul 13.30 ketika penerbangan Garuda baru tiba di Denpasar. Karena keterlambatan disebabkan oleh pihak Garuda Indonesia maka penerbangan ke Darwin dilanjutkan dengan menggunakan penerbangan Jetstar dengan biaya dari Garuda Indonesia. Rektor dan Pembantu Rektor IV tiba di Darwin menjelang tengah malam dan langsung menuju penginapan Travelodge Mirambeena Resort.
Acara simposium dilaksanakan sehari pada 28 April 2015 di Ruang Orange 12, Chancellor Building, Charles Darwin University, dibuka oleh Deputy Vice-Chancellor Prof. Sharon Bell didampingi oleh Director, Risearch Institute for the Environment and Livelihoods Prof. Andrew Campbell, dan First Secretary, Indonesian Consulate, Bapak Ardian Nugroho. Dalam pidatonya, Deputy Vice Chancellor Prof. Sharon Bell menggaris bawahi pentingnya hubungan kerjasama antara CDU dan universitas-universitas di kawasan Indonesia Timur, khususnya dengan Undana dan UHO. Acara pembukaan dilanjutkan dengan presentasi oleh para delegasi. Pada sesi presentasi tersebut dibagikan cetakan Bab 1 buku monograf elektronik gratis "My Country, Mine Country: Indigenous people, mining and development contestation in remote Australia" (Negeriku Negeri Tambang: Kontestasi orang asli, pertambangan, dan pembangunan di babian terpencil Australia) oleh Benedict Scambary, terbitan Australian National University ePress, yang oleh peserta simposium diplesetkan menjadi "Mining is Mine, Not Yours" (Tambang adalah Milikku, Bukan Milik Kamu". Pada kesempatan tersebut Rektor dan Pembantu Rektor Undana mempresentasikan hasil penelitian survei cepat di DAS Noelmina dan hasil penelitian pendahuluan di DAS Tilong dengan judul Managnese mining in West Timor: Impacts and response opportunities. Simposium diakhiri dengan aling tukar cindra mata dan foto bersama di Indonesian Garden, taman Indonesia yang terletak bersebelahan dengan Chancellor Building.
Kunjungan lapangan dilakukan pada 29 April 2015 di tiga lokasi, yaitu Rum Jungle Uranium Mining, Finn Road Gravel Extraction, dan Girraween Road Sand Extraction. Sebelum melakukan kunjungan, terlebih dahulu peserta menerima penjelasan mengenai lokasi tambang uranium Jungle Rum oleh Petter Waggitt, Director of Mining Compliance, Department of Mines and Energy. Peter Waggit menjelaskan sejarah penemuan tambang uranium Rum Jungle dan upaya rehabilitasinya yang ternyata memerlukan biaya yang sangat besar.
Tambang uranium Rum Jungle memproduksi uranium untuk persenjataan nuklir Amerika Serikat dan Inggris selama 1954-1971. Semula direncanakan sebagai tambang bawah tanah, tetapi karena kesulitan teknis, diubah menjadi tambang terbuka. Tambang dimiliki oleh pemerintah Australia melalui Australian Atomic Energy Commission (AAEC, sekarang Australian Nuclear Science and Technology Organisation, ANSTO) dan dioperasikan oleh anak perusahaan tambang global Rio Tinto ketika itu, Territory Enterprises Pty Ltd (TEP). Karena perusahaan yang mengoperasikan tambang menolak bertanggung jawab melakukan reklamasi, bekas tambang uranium ini menimbulkan pencemaran lingkungan paling parah di Australia. Pencemaran parah terjadi karena struktur geologi lokasi tambang berbatuan pirit yang mudah teroksidasi ketika terbongkar, menyebabkan terjasi oksidasi sulfida, melepaskan asam yang mempercepat menghancurkan batuan dan melepaskan logam berat ke dalam aliran anak-anak di wilayah Timur DAS Finniss. Reklamasi yang dilakukan pada 1977 dengan biaya A$ 16,2 juta, tetapi ternyata kurang berhasil sehingga perlu kembali dilakukan reklamasi pada 1990 yang menghabiskan biaya A$ 1,8 juta. Rektor Undana tidak berkesempatan menghadiri kunjungan lapangan karena harus terbang meninggalkan Darwin untuk menghadiri pertemuan penting dengan ACIAR di Jakarta.
Setelah makan siang, kunjungan dilanjutkan ke lokasi reklamasi tambang pasir dan batu Finn Road dan reklamasi tambang pasir Girraween Road. Penjelasan mengenai kedua lokasi tambang ini diberikan oleh Dr. Sean Belairs, dosen senior botani dan ekologi restorasi CDU. Penjelasan berkaitan dengan penelitian reklamasi dengan menggunakan jenis-jenis tumbuhan lokal yang dilakukan di lokasi tambang pasir Finn Road dan keberhasilan reklamasi di Giraween Road sebagai habitat jeni-jenis tumbuhan karnivora Utricularia. Daftar jenis-jenis tumbuhan unik ini diberikan oleh The International Carnovprous Plant Society, jenis-jenis khusus di Northern Territory disediakan oleh Northern Territory Government, dan galeri foto disediakan oleh Carnivorous Plant Photofinder.
Kegiatan pada hari ketiga, 30 April 2015, adalah menghadiri pertemuan dengan Petter Waggitt di kantor Department of Mines and Energy di dalam kota Darwin, tidak jauh dari lokasi penginapan. Pada pertemuan tersebut, dijelaskan kebijakan pemerintah berkaitan dengan tambang dan pendekatan non-formal yang dilakukan untuk meminimalisasi dampak negatif tambang. Pada siang hari dilaksanakan rapat pembahasan rencana kegiatan penelitian pada 2015, baik di Timor Barat dan di Sulawesi Tenggara. Penelitian di Timor Barat akan difokuskan di DAS Noelmina, sedangkan di Sulawesi Tenggara difokuskan di Kabupaten Bombana. Sore harinya seluruh peserta diundang menghadiri makan malam penutupan di restoran Darwin Trailler Boat Club. Hari terakhir, 1 Mei 2015 merupakan hari bebas dan rombongan dari Indonesia kembali ke Indonesia dengan penerbangan AirAsia Indonesia pada malam hari. Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh PR IV Undana untuk melobi perwakilan UHO dan perwakilan Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI) untuk membentuk konsorsium tambang rakyat yang terdiri atas universitas, dinas pertambangan, badan lingkungan hidup daerah, dan lembaga swadaya masyarakat. Prakarsa tersebut memperoleh sambutan positif dan akan segera ditindaklanjuti sekembali di Indonesia.
Penerbangan kembali ke Indonesia ternyata ditunda karena pesawat mengalami masalah teknis sehingga harus kembali mendarat di Denpasar setelah terbang kira-kira setengah jam. Sebagian dari rombongan menunggu di ruang tunggu bandara, sebagian lagi menunggu di luar gedung Bandar Udara Internasional Darwin. Rombongan baru bisa berangkat setelah tengah malam sehingga baru tiba di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Denpasar, dini hari untuk kembali melanjutkan penerbangan ke kota masing-masing setelah beristirahan beberapa jam di hotel. Rombongan dari Kupang yang terdiri atas Kepala Dinas Pertambangan Provinsi NTT Thobias Uly, Kepala BLHD Provinsi NTT Frederik Tielman, Kepala Bidang BLHD Provinsi NTT Elisabeth Ugutterbang, Bupati Kupang Dr. Ayub Titu Eki, dan PR IV Undana Ir. I Wayan Mudita, M.Sc., Ph.D., kembali dengan penerbangan Garuda Indonesia dan tiba di Bandar Udara El Tari, Kupang, pukul 09.00 WITA.
Tambang uranium Rum Jungle memproduksi uranium untuk persenjataan nuklir Amerika Serikat dan Inggris selama 1954-1971. Semula direncanakan sebagai tambang bawah tanah, tetapi karena kesulitan teknis, diubah menjadi tambang terbuka. Tambang dimiliki oleh pemerintah Australia melalui Australian Atomic Energy Commission (AAEC, sekarang Australian Nuclear Science and Technology Organisation, ANSTO) dan dioperasikan oleh anak perusahaan tambang global Rio Tinto ketika itu, Territory Enterprises Pty Ltd (TEP). Karena perusahaan yang mengoperasikan tambang menolak bertanggung jawab melakukan reklamasi, bekas tambang uranium ini menimbulkan pencemaran lingkungan paling parah di Australia. Pencemaran parah terjadi karena struktur geologi lokasi tambang berbatuan pirit yang mudah teroksidasi ketika terbongkar, menyebabkan terjasi oksidasi sulfida, melepaskan asam yang mempercepat menghancurkan batuan dan melepaskan logam berat ke dalam aliran anak-anak di wilayah Timur DAS Finniss. Reklamasi yang dilakukan pada 1977 dengan biaya A$ 16,2 juta, tetapi ternyata kurang berhasil sehingga perlu kembali dilakukan reklamasi pada 1990 yang menghabiskan biaya A$ 1,8 juta. Rektor Undana tidak berkesempatan menghadiri kunjungan lapangan karena harus terbang meninggalkan Darwin untuk menghadiri pertemuan penting dengan ACIAR di Jakarta.
Setelah makan siang, kunjungan dilanjutkan ke lokasi reklamasi tambang pasir dan batu Finn Road dan reklamasi tambang pasir Girraween Road. Penjelasan mengenai kedua lokasi tambang ini diberikan oleh Dr. Sean Belairs, dosen senior botani dan ekologi restorasi CDU. Penjelasan berkaitan dengan penelitian reklamasi dengan menggunakan jenis-jenis tumbuhan lokal yang dilakukan di lokasi tambang pasir Finn Road dan keberhasilan reklamasi di Giraween Road sebagai habitat jeni-jenis tumbuhan karnivora Utricularia. Daftar jenis-jenis tumbuhan unik ini diberikan oleh The International Carnovprous Plant Society, jenis-jenis khusus di Northern Territory disediakan oleh Northern Territory Government, dan galeri foto disediakan oleh Carnivorous Plant Photofinder.
Kegiatan pada hari ketiga, 30 April 2015, adalah menghadiri pertemuan dengan Petter Waggitt di kantor Department of Mines and Energy di dalam kota Darwin, tidak jauh dari lokasi penginapan. Pada pertemuan tersebut, dijelaskan kebijakan pemerintah berkaitan dengan tambang dan pendekatan non-formal yang dilakukan untuk meminimalisasi dampak negatif tambang. Pada siang hari dilaksanakan rapat pembahasan rencana kegiatan penelitian pada 2015, baik di Timor Barat dan di Sulawesi Tenggara. Penelitian di Timor Barat akan difokuskan di DAS Noelmina, sedangkan di Sulawesi Tenggara difokuskan di Kabupaten Bombana. Sore harinya seluruh peserta diundang menghadiri makan malam penutupan di restoran Darwin Trailler Boat Club. Hari terakhir, 1 Mei 2015 merupakan hari bebas dan rombongan dari Indonesia kembali ke Indonesia dengan penerbangan AirAsia Indonesia pada malam hari. Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh PR IV Undana untuk melobi perwakilan UHO dan perwakilan Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI) untuk membentuk konsorsium tambang rakyat yang terdiri atas universitas, dinas pertambangan, badan lingkungan hidup daerah, dan lembaga swadaya masyarakat. Prakarsa tersebut memperoleh sambutan positif dan akan segera ditindaklanjuti sekembali di Indonesia.
Penerbangan kembali ke Indonesia ternyata ditunda karena pesawat mengalami masalah teknis sehingga harus kembali mendarat di Denpasar setelah terbang kira-kira setengah jam. Sebagian dari rombongan menunggu di ruang tunggu bandara, sebagian lagi menunggu di luar gedung Bandar Udara Internasional Darwin. Rombongan baru bisa berangkat setelah tengah malam sehingga baru tiba di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Denpasar, dini hari untuk kembali melanjutkan penerbangan ke kota masing-masing setelah beristirahan beberapa jam di hotel. Rombongan dari Kupang yang terdiri atas Kepala Dinas Pertambangan Provinsi NTT Thobias Uly, Kepala BLHD Provinsi NTT Frederik Tielman, Kepala Bidang BLHD Provinsi NTT Elisabeth Ugutterbang, Bupati Kupang Dr. Ayub Titu Eki, dan PR IV Undana Ir. I Wayan Mudita, M.Sc., Ph.D., kembali dengan penerbangan Garuda Indonesia dan tiba di Bandar Udara El Tari, Kupang, pukul 09.00 WITA.
0 komentar:
Posting Komentar