Minggu, 12 Oktober 2014

Mengikuti Studi Banding Tambang Rakyat Ramah Lingkungan di Denpasar, Bali, dan Kasepuhan Cisitu, Banten

Tambang rakyat selama ini dicitrakan sebagai kegiatan yang merusak lingkungan. Oleh karena itu, ketika ditawari untuk mengikuti studi banding tambang rakyat yang ramah lingkungan sebagai bagian dari kerjasama penelitian dengan Charles Darwin University (CDU), saya pun menjadi ingin tahu, apa benar tambang rakyat dapat dilakukan seperti itu. Selain itu, saya tertarik mengikuti kegiatan itu juga untuk memperluas kerjasama dengan kalangan akar rumput, yaitu para penambang rakyat, yang kini terorganisasi dalam Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) yang dipimpin oleh Gatot Sugiharto, sebelumnya sama-sama mengikuti kegiatan lokakarya di Kendari, Sulawesi Tenggara. Studi banding ini berlangsung pada 6-10 Oktober 2014, di Denpasar, Bali, dengan Yayasan BaliFokus, sebelum kemudian dilanjutkan dengan kunjungan ke Wawengkon Kasepuhan Cisitu, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, di mana APRI melaksanakan kegiatan pendampingan Community Green Gold Mining (CGGM) selama kurang lebih 5 tahun terakhir.



Di Denpasar, dilakukan diskusi dengan Yayasan BaliFokus pada siang hari 7 Oktober 2014, khususnya mengenai bahaya air raksa (mercury, Hg) yang digunakan dalam tambang rakyat. Menurut Yayasan BaliFokus, sebenarnya tersedia teknologi alternatif, tetapi karena penggunaan air raksa praktis dan biayanya terjangkau maka pengalihan ke teknologi alternatif menjadi tidak mudah. Lebih-lebih lagi, air raksa beredar secara gelap dan peraturan mengenai pembatasan penggunaannya belum sepenuhnya dapat ditegakkan. Air raksa digunakan bukan hanya pada sektor pertambangan, tetapi juga pada sektor kesehatan dan pendidikan, yang regulasinya belum tersedia. Selain mengenai air raksa, juga dilakukan diskusi mengenai bahan berbahaya dan beracun lainnya, yaitu timbal (lead, Pb), yang banyak digunakan dalam cat, baik cat kayu maupun cat tembok. Berbeda dengan air raksa. timbal berada langsung di rumah-rumah, bahkan pada alat-alat permainan anak-anak.

Perjalanan menuju Kasepuhan Cisitu pada 7 Oktober 2014 merupakan perjalanan panjang yang dimulai dari Bandara Soekarno-Hatta melalui Jakarta, Bogor, dan Sukabumi menuju Pelabuhan Ratu. Setelah menginap di Pelabuhan Ratu, keesokan harinya pada 8 Oktober 2014 perjalanan diteruskan menuju ke Kasepuhan Cisitu. Perjalanan mula-mula melalui jalan aspal mulus berliku, tetapi mendekati lokasi tujuan, melalui jalan berbatu mendaki bukit. Di sepanjang perjalanan saya menemukan lokasi pengolahan bijih emas, tetapi tidak tampak lokasi tambang. Yang tampak hanyalah persawahan menguning dengan padi yang digantung di pinggir sawah begitu saja dan perkebunan rakyat yang ditanami berbagai jenis tanaman tahunan, di antaranya cengkeh dan damar. Sesampai di kasepuhan, kami diterima langsung oleh pemuka adat Abah H. Moch. Okri didampingi oleh sekretarisnya yang juga adalah putranya sendiri, Yoyo Yohenda. Dalam sambutannya, Abah Okri menyampaikan kiat-kiat kepemimpinannya, di antaranya kepemimpinan berlandaskan hukum adat, hukum agama, dan hukum negara serta kepemimpinan yang menyelaraskan pikiran, perkataan, dan tindakan untuk melayani rakyat. "Sebagai bagian dari negara Indonesia, Abah harus bisa menempatkan hukum adat dan hukum agama di dalam koridor hukum negara", katanya, "dan sebagai pemimpin Abah berpegang pada tekad, ucap, dan lampah yang selaras".

Setelah penerimaan secara adat, kami didampingi untuk meninjau lokasi pengolahan emas di seputar pemukiman, di antaranya pengolahan yang tidak lagi menggunakan air raksa. Pemukiman Cisitu sangat padat, tetapi tertata dengan cukup apik di lembah yang dikelilingi oleh lereng-lereng bukit dengan sawah bertingkat dan tegalan yang ditanami berbagai jenis tanaman tahunan, campuran antara tanaman perkebunan rakyat dengan tanaman hutan. "Lokasi tambang berada di kawasan hutan jauh dari lokasi perkampungan. Penambangan boleh dilakukan oleh siapa saja, baik oleh orang dari dalam maupun luar kasepuhan, tetapi semua harus patuh pada aturan adat kasepuhan. Di antaranya, penambangan tidak boleh menebang pohon, justru harus merehabilitasi lokasi tambang dengan menanam pohon sebelum lokasi ditinggalkan", kata Abah Okri menjelaskan kepada saya ketika berbincang di rumah pribadinya, yang berupa rumah panggung satu lantai berlantai pecahan batang bambu dan berdinding anyaman bambu, dikelilingi oleh rumah warga berdinding tembok berlantai keramik yang banyak di antaranya bahkan berlantai dua. "Bagi abah ini sudah cukup", katanya, seakan-akan paham akan keheranan saya, "sebagai manusia, Abah hanya perlu makan tiga kali sehari saja".


Pada malam hari 8 Oktober 2014 dilakukan diskusi dengan Sekretaris Kasepuhan Yoyo Yohenda, yang juga dihadiri oleh Abah Okri. Diskusi membahas banyak hal, tetapi yang cukup menarik perhatian adalah keberhasilan kasepuhan memenangkan perkara di MK sehingga keberadaan kasepuhan mendapatkan pengakuan legal dari pemerintah. Kemenangan di MK ini memungkinkan kasepuhan berdaulat penuh dalam mengelola sumberdaya alam di wilayahnya, dari sebelumnya berada dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak menjadi terlepas dari kawasan taman nasional, dari sebelumnya menambang sebagai buruh PT Aneka Tambang menjadi mengelola sendiri kegiatan penambangan melalui koperasi. "Kemenangan kami di MK bukan hanya penting bagi kami di Kasepuhan Cisitu ini, tetapi juga bagi seluruh masyarakat adat di Indonesia untuk memperjuangkan hak-haknya dengan menggunakan payung hukum yang sama", kata Yoyo Yohenda menjawab pertanyaan peserta diskusi.


Kami pamit keesokan harinya 9 Oktober 2014, setelah dilakukan pemberian ikat kepala oleh Abah Okri kepada setiap peserta dan diiringi dengan doa dan foto bersama di halaman keraton kasepuhan. Dalam perjalanan menuju Pelabuhan Ratu, dilakukan kunjungan ke lokasi penambangan dan diskusi dengan penambang di Cikotok, lokasi tambang emas tertua di Indonesia. Rombongan beristirahat sebentar di Pelabuhan Ratu sebelum melanjutkan untuk menginap di Bogor. Rombongan kembali ke tempat masing-masing, Kendari dan Kupang, melalui bandara Soekarno-Hatta. Studi banding singkat ini mengubah pandangan saya terhadap tambang rakyat dan memberikan kesan mendalam terhadap kepemimpinan Abah Okri yang melayani rakyat yang dipimpinnya dengan begitu tulus. Kata-katanya, "Abah hanya perlu mengajarkan kejujuran dalam berpikir, berkata, dan bertindak", senantiasa terngiang dalam perjalanan pulang dan entah sampai kapan.


2 komentar:

saya sebagai anak muda kasepuhan cisitu bangga terhadap kinerja sekertaris.bp yoyo yohenda menurut pandangan saya beliau harus diberi gelar sarjana kehormatan khususnya oleh para rektor coba pertimbangan..pa yoyo pantasnya dapat gelar sarjana sosbud. dan beliau juga sudah menghasilkan bnyak karya tulis tapi sayang belum dicetak jadi buku..semngat warga cisitu

Terimakasih atas apresiasinya pak Wayan!

Sebagai proses, pengembangan tata kelola tambang emas rakyat berbasis komunitas masih butuh waktu lebih lama untuk menyempurnakan diri. Saran dan masukan dari semua kawan-kawan yang telah sudi datang ke Cisitu merupakan bagian penting yang tak terpisahkan dari proses yang kami jalani.
Salam tambang rakyat!

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites