Berawal dari
status di Facebook, akhirnya bendera Undana berhasil dikibarkan mendampingi bendera Merah Putih di puncak
Gunung Mutis,
gunung tertinggi di wilayah Provinsi NTT, pada 21 Agustus 2014, pada ketinggian 2.427 m dpl. Ekspedisi pendakian yang dikaitkan dengan kegiatan peringatan Dies Natalis ke-52
Universitas Nusa Cendana 1 September 2014 ini merupakan kegiatan mandiri yang direncanakan, dilaksanakan, dan dibiayai sendiri oleh tim yang terdiri atas tenaga pendidik (dosen), tenaga kependidikan (pegawai administrasi), mahasiswa, dan alumni. Pembiayaan dilakukan dengan cara patungan, termasuk biaya sirih pinang untuk para tua adat dan oleh-oleh untuk masyarakat setempat. Sarana pendukung penting seperti mobil gardan ganda untuk mencapai
basecamp dan tenda disumbangkan oleh alumni, khususnya alumni Fakultas Pertanian:
Ir. Arben Malelak, dan Ir. Ansor Orang. Sarana pendukung lainnya diadakan sendiri oleh setiap anggota tim.
Tim sampai di puncak dalam dua gelombang, gelombang pertama pengibaran bendera dilakukan oleh
Wayan Nampa,
Ir. Arben Malelak, dan kawan-kawan, termasuk koordinator ekspedisi
Norman Riwu Kaho. Gelombang kedua pengamatan medan pendakian dilakukan oleh
Remi Natonis,
Soleman Tualaka,
Noya Letuna, Zigma Naraheda, dan
I Wayan Mudita. Pengamatan medan pendakian dilakukan untuk memetakan jalur dengan menggunakan alat penerima GPS serta menentukan titik-titik penting dan mencatat keadaan vegetasi di sepanjang jalur pendakian. Anggota tim gelombang kedua sampai di puncak tepat pukul 12.00 WITA, setelah anggota gelombang pertama mengibarkan bendera beberapa jam sebelumnya. Selain melakukan pengamatan medan pendakian, anggota tim gelombang kedua juga mengupayakan agar semua anggota tim dapat mencapai puncak bersama-sama dengan cara saling memberikan semangat kepada anggota yang kelelahan.
Persiapan pendakian dikoordinasikan oleh
Norman Riwu Kaho, termasuk menghubungi pemandu. Kebetulan, yang bersangkutan merencanakan melakukan pendakian bersama dengan tim lain dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus, meskipun karena keadaan cuaca yang kurang mendukung maupun hal lain, pendakian tersebut batal dilaksanakan. Penggalangan dukungan alumni dilaksanakan oleh
Zigma Naraheda sehingga dapat diperoleh tiga mobil gardan ganda sebagai sarana transportasi menuju desa Fatumnasi dan lokasi
basecamp di kawasan padang rumput Lelofui. Mengingat kawasan pendakian berstatus sebagai cagar alam, pengurusan ijin dari Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam NTT dilakukan oleh Remi Natonis. Secara keseluruhan, koordinasi persiapan dan pelaksanaan pendakian dilakukan oleh
Pembantu Rektor IV I Wayan Mudita, termasuk koordinasi dengan Ketua Panitia Perayaan Dies Natalis ke-52 Undana, Dekan FKM Undana Dra. Engelina Nabuasa, MS.
Pendakian direncanakan akan diikuti oleh Rektor Prof. Fred Benu. Namun pada saat-saat terakhir keberangkatan, Rektor yang dua hari sebelumnya berangkat ke Jakarta untuk menghadiri pertemuan penting, menyampaikan pesan bahwa dengan sangat menyesal beliau tidak bisa ikut. Beliau menyampaikan bahwa terjadi penundaan jadwal pertemuan sehingga harus menunda kepulangan ke Kupang. Keberangkatan tim dilepas oleh Pembantu Rektor III Prof. Simon Sabon Ola didampingi oleh Ketua Panitia Peringatan Dies Natalis ke-52 Dra. Engelina Nabuasa, MS, di depan Gedung Rektorat Undana pada 20 Agustus 2014 sekitar pukul 10.30 WITA. Tim berangkat ke Soe dengan menggunakan 4 mobil, terdiri atas 3 mobil gardan ganda dan satu mobil pickup biasa untuk mengangkut tenda bantuan Pemerintah Kabupaten TTS yang diperoleh berkat bantuan dari Ir. Welhelmus I.I. Mella, MSc., Ph.D., yang semula merencanakan ikut tetapi juga membatalkan pada saat-saat terakhir. Tiga mobil gardan ganda langsung menuju ke Kantor Desa Fatumnasi untuk melapor, dan selanjutnya, setelah mobil pickup yang mengangkut tenda tiba dan pelepasan oleh Kepala Desa, bersama-sama menuju lokasi
basecamp di padang rumput Lelofui.
Dalam perjalanan menuju
basecamp, tim mengikuti upacara persembahyangan adat di pintu masuk pertama di titik persimpangan pada jalur jalan menuju Desa Nenas. Sesampai di lokasi
basecamp, pendirian tenda dilakukan oleh anggota Resimen Mahasiswa Undana, yang ikut menyertai pendakian. Cuaca sangat mendukung. Di bawah langit terang penuh bintang, di tepian hamparan padang rumput Lelofui yang luas dan berbukit, api unggun dinyalakan untuk menghangatkan suasana dan mempersiapkan makan malam. Dini hari, tepat pukul 5.00 WITA, pendakian pun dimulai, melalui jalur yang lazim ditempuh. Setelah melalui tegakan hutan ampupu, tim sampai di padang rumput kedua. Langit sudah terang sehingga di kejauhan sebelah kiri tampak Gunung Timau berkilai diterpa pendar cahaya pagi. Pendakian dilanjutkan menuju pintu masuk kedua, tempat kembali dilakukan acara persembahyangan adat untuk memohon keselamatan. Mulai pada titik ini, tim terbagi dua: rombongan pertama berlomba menuju puncak untuk melakukan pengibaran bendera dan rombongan kedua tertinggal di belakang untuk menjaga keutuhan tim dan melakukan pengamatan medan pendakian.
Rombongan kedua mencapai puncak tepat pukul 12.00 WITA, tetapi seorang anggota, Zigma Naraheda, hanya bisa sampai pada ketinggian 2.300 m dpl karena kelelahan sehingga harus dipandu kembali turun oleh anggota Resimen Mahasiswa. Setelah melakukan penghormatan bendera dan pengamatan selama 30 menit di puncak, rombongan kedua pun kembali melakukan perjalanan turun, mula-mula melalui jalur baru yang telah dirintis oleh pemandu yang juga mendampingi perjalanan turun rombongan pertama, sebelum kemudian kembali melalui jalur sebelumnya. Perjalanan turun oleh rombongan kedua dilakukan dengan merayap karena seorang anggota rombongan, I Wayan Mudita, mengalami cidera lutut karena terjatuh menginjak bebatuan lepas pada saat melalui jalur baru. Rombongan kedua mencapai
basecamp sekitar pukul 16.30 WITA, bersama-sama dengan sebagian dari anggota rombongan pertama yang menunggu di pintu masuk kedua, termasuk Norman Riwu Kaho yang juga mengalami cidera lutut. Dari
basecamp tim kembali ke Desa Fatumnasi untuk makan malam dan mengikuti acara pelepasan secara adat di rumah Bapak Anin, dihadiri oleh Kepala Desa Fatumnasi, petugas BBKSDA NTT yang sebelumnya juga ikut dalam rombongan pendakian, dan Bapak Yefta Mella, yang pada malam sebelum pendakian ikut mendampingi tim sampai di
basecamp.
Pelepasan dilakukan secara adat dengan dipimpin oleh Bapak Anin, pemuka adat yang berperan sebagai juru kunci Gunung Mutis. Setelah didahului dengan sambutan, dilakukan diskusi singkat mengenai upaya yang perlu dilakukan untuk pembangunan kawasan Gunung Mutis. Pada kesempatan tersebut, Bapak Anin dan Bapak Yefta Mella menyampaikan harapan agar Undana dapat membantu mendorong agar pemerintah pusat dapat memberikan ijin pembangunan jalan dari Desa Fatumnasi menuju Desa Nenas yang selama ini, karena melalui kawasan cagar alam, tidak dapat dilakukan. Setelah diskusi singkat, tim dilepas secara adat dengan tarian tradisional. Tim meninggalkan Desa Fatumnasi sekitar pukul 11.00 WITA. Sebelumnya, karena harus sudah tiba di Kupang pada sore hari, satu anggota penting tim pendakian, Ir. Arben Malelak, telah terlebih dahulu berangkat menuju Kupang begitu sampai di
basecamp. Mobil pickup yang mengangkut tenda harus singgah kembali di Soe untuk mengembalikan tenda, sedangkan dua mobil lainnya langsung berangkat menuju Kupang dan tiba sekitar pukul 24.00 WITA.
Semua anggota tim pasti sangat lelah, tetapi semuanya juga pasti sangat bangga telah berhasil mengibarkan bendera Undana mendampingi bendera Merah Putih di puncak gunung tertinggi di Provinsi NTT pada saat Undana telah mencapai usia 52 tahun. Perayaan Dies Natalis kali ini berhasil diwarnai dengan kegiatan baru, setelah dari tahun ke tahun diisi dengan kegiatan yang sama. Di benak setiap anggota tim terbersit harapan, mudah-mudahan keberhasilan pendakian ini dapat menjadi tonggak untuk tumbuhnya kegiatan penjelajahan alam liar di kalangan mahasiswa dan sivitas akademika lainnya di Undana. Dengan begitu, Undana tidak hanya dikenal melalui paduan suara, melainkan juga melalui pengenalan jati diri dalam aspek lain, jati diri alam liar lahan kering yang selama 52 tahun terkesan diabaikan. Padahal, alam lahan kering yang menjadi ciri khas Undana begitu mempesona dan menjanjikan untuk dikedepankan.
0 komentar:
Posting Komentar