Sebagai bagian dari upaya yang dilakukan oleh PR IV Undana, telah hadir di Undana Direktur Research Institute for the Environment and Livelihoods (RIEL), Charles Darwin University (CDU), Prof. Andrew Campbell. Dari diskusi panjang dengan Prof. Andrew Cambell dapat disimpulkan bahwa RIEL pada dasarnya siap membantu. Hanya saja, untuk maksud tersebut RIEL mempersyaratkan bahwa untuk dapat memperoleh promotor atau kopromotor dari RIEL, mahasiswa program doktor Pascasarjana Undana harus dapat memenuhi persyaratan kemampuan Bahasa Inggris yang ditetapkan oleh CDU. Persyaratan ini tentu sangat sulit dapat dipenuhi mengingat ketika diterima menjadi mahasiswa program doktor di Pascasarjana Undana, calon mahasiswa program doktor yang mendaftar tidak dipersyaratkan untuk mempunyai kemampuan Bahasa Inggris sebagaimana dipersyaratkan. Bukan hanya itu, tidak semua dosen Undana yang telah ditetapkan sebagai promotor maupun kopromotor menguasai Bahasa Inggris secara aktif sehingga bisa berdiskusi dengan rekan dari RIEL yang akan ditunjuk sebagai promotor atau kopromotor.
Pihak CDU yang juga hadir di Undana sebagai bagian dari upaya PR IV untuk membantu Pascasarjana Undana adalah Prof. Ruth Wallace, Directur The Northern Institute, CDU. The Northern Institute, merupakan lembaga penelitian lintas bidang ilmu yang mendapat mandat pengembangan kawasan Utara Australia. Setelah mewawancarai beberapa mahasiswa program doktor Undana, Prof Ruth Walace menyetujui untuk menjadi promotor atau kopromotor tanpa menyebutkan bahwa mahasiswa harus memenuhi persyaratan kemampuan Bahasa Inggris yang ditetapkan oleh CDU. Hanya saja, Prof. Ruth Wallace, dalam bincang-bincang dengan PR IV setelah selesai melakukan wawancara, menyatakan bahwa akan sangat membantu bila mahasiswa mampu berbahasa Inggris secara aktif. Sebab, menurut Prof Ruth Wallace, kemampuan bahasa Inggris akan membantu mahasiswa dapat meningkatkan wawasan ilmiah mereka sehingga mampu menyusun proposal penelitian yang layak disebut sebagai proposal penelitian disertasi. Dengan kemampuan Bahasa Inggris yang memadai, menurut beliau, mahasiswa dapat membaca disertasi dari berbagai universitas Australia yang dapat diakses secara gratis, sehingga dapat membedakan disertasi dari tesis dan dari skripsi.
Pihak universitas Australia yang juga telah hadir sebagai bagian dari upaya untuk membantu mahasiswa program doktor Pascasarjana Undana adalah Dr. Rao Rachaputi, senior research fellow Centre for Plant Science (CPS), Queensland Alliance for Agriculture and Food Inovation (QAAFI), The University of Queensland. Selain menyampaikan persyaratan kemampuan Bahasa Inggris, Dr. Rao Rachaputi juga menyampaikan, terutama berkaitan dengan unit yang akan melaksanakan implementasi di antara kedua universitas. Dr. Rao Rachaputi menyatakan bahwa di UQ dan universitas-universitas lainnya di Australia, mahasiswa program doktor berafiliasi dengan lembaga penelitian dalam proses pembimbingan penelitian disertasi. Universitas-universitas di Australia pada umumnya tidak mempunyai program khusus Pascasarjana karena mahasiswa program master dan program doktor berafiliasi dengan sekolah (school) atau jurusan (department) hanya dalam kaitan dengan pelaksanaan perkuliahan, sedangkan untuk penelitian, berafiliasi dengan lembaga penelitian sebagaimana di UQ berafiliasi dengan pusat-pusat di lingkungan QAAFI.
Dr. Rao Rachaputi menambahkan bahwa ketika menerima seseorang menjadi mahasiswa program doktor, universitas seharusnya sudah memastikan siapa yang menjadi promotor sehingga dengan demikian mahasiswa langsung berafiliasi ke lembaga penelitian afiliasi promotor yang ditetapkan. Mahasiswa juga dapat memperoleh bantuan dana penelitian karena dosen yang dapat menerima mahasiswa program doktor hanya dosen yang mempunyai proyek penelitian yang dapat mendanai penelitian mahasiswa yang akan dibimbingnya. Berkaitan dengan penjelasan yang disampaikan oleh Dr. Rao Rachaputi tersebut, implementasi kerjasama dilakukan oleh lembaga di universitas di Australia, misalnya QAAFI di UQ, dengan lembaga yang kira-kira mempunyai tugas pokok dan fungsi yang serupa di Undana, sehingga memungkinkan untuk mengembangkan program penelitian bersama untuk mendanai penelitian mahasiswa yang akan dibimbing bersama. Kewenangan untuk pengembangan program penelitian bersama tersebut tentu saja tidak dimiliki oleh Pascasarjana, melainkan oleh Lembaga Penelitian yang, sesuai dengan ketentuan di Indonesia, tidak mempunyai mahasiswa.
Dari pembicaraan dengan ketiga perwakilan universitas Australia di atas tersirat bahwa Undana, khususnya Pascasarjana, perlu melakukan persiapan lebih matang dalam membangun kerjasama dengan universitas luar negeri. Persiapan tersebut diperlukan untuk mengatasi kendala yang dihadapi dalam menggalang kerjasama dengan pihak luar negeri. Selain kemampuan bahasa Inggris yang selama ini menjadi kendala yang sangat dominan, juga timbul kendala dalam kaitan dengan tugas pokok dan fungsi institusi di mana mahasiswa program doktor berafiliasi. Kendala lainnya adalah panduan penyelenggaraan program, panduan penulisan disertasi, dan panduan etika penelitian yang harus disiapkan dwibahasa, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Belum lagi soal panduan mengenai pemrosesan dan pengeluaran persetujuan etik (ethical clearance), yang wajib dilalui oleh mahasiswa program doktor dalam melaksanakan penelitian disertasi. Sesuai dengan bidang penelitiannya, mahasiswa bisa memerlukan persetujuan etik penelitian medis (medical ethics clearance), persetujuan etik penelitian hewan (animal ethics clearance), dan persetujuan etik penelitian masyarakat (human ethics clearance). Pertanyaannya, unit mana yang mengelola dan mengeluarkan persetujuan etik tersebut? Untuk penelitian yang melibatkan masyarakat, bagaimana format aplikasi untuk memperolehnya, contoh pernyataan kesediaan berpasridipasi (consent form), contoh penyampaian informasi (information form) kepada partisipan, dsb.
Panduan penyelengaraan program dan panduan penulisan disertasi diperlukan sebagai jaminan kualitas (quality assurance) terhadap proses dan keluaran program doktor yang diselenggarakan Pascasarjana. Misalnya saja, apakah orang yang mendaftar sebagai mahasiswa program doktor cukup hanya menlengkapi persyaratan administrasi sebagaimana halnya mendaftar untuk menjadi mahasiswa program sarjana atau harus menyertakan proposal penelitian disertasi sebagaimana lazim di kalangan universitas luar negeri. Juga apakah orang yang mendaftar harus memperoleh calon promotor terlebih dahulu atau calon promotor dialokasikan setelah mahasiswa memprogramkan disertasi, seperti ketika seorang mahasiwa program sarjana memprogramkan skripsi. Lalu bagaimana dengan kriteria agar sebuah karya ilmiah layak disebut sebuah disertasi sebagaimana di negara-negara lain sehingga bisa dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional, sebagaimana yang dipersyaratkan oleh pemerintah.
Juga tidak kalah penting adalah rambu-rambu batas bidang ilmu, kapan sebuah karya ilmiah dapat dikategorikan sebagai karya ilmiah bidang ilmu murni yang bebas nilai dan bidang ilmu terapan yang tidak bebas nilai. Jangan sampai terjadi, mahasiswa biologi membuat tesis atau disertasi mengenai hama atau penyakit tanaman sebab mahluk hidup dikategorikan sebagai hama atau penyebab penyakit berdasarkan nilai yang diberikan oleh manusia dengan merujuk kepada terapan dalam bidang pertanian. Jangan sampai ada mahasiswa ilmu kebumian meneliti mengenai kesuburan tanah sebab tanah dikategorikan sebagai subur atau tidak subur berdasarkan nilai yang diberikan oleh manusia untuk kepentingan terapan bidang pertanian. Bukan hanya itu, rambu-rambu juga perlu ditegakkan untuk ilmu antar bidang seperti ilmu lingkungan. Bidang yang dikaji dalam ilmu lingkungan memang bisa bermacam-macam, tetapi ilmu lingkungan mempunyai metodologi khusus sebagai rambu-rambu pembatas dengan bidang ilmu lain. Dengan begitu maka ilmu lingkungan tidak harus dijadikan ilmu gado-gado, apa saja boleh dan siapa saja boleh mengajar dan membimbing asalkan mempunyai gelar akademik doktor dan jabatan akademik profesor.
Ketika menyampaikan pidato wisuda pada acara wisuda periode kedua tahun 2015 Rektor menggarisbawahi perlunya penyiapan sarana dan prasarana yang memadai sebelum menetapkan persyaratan berat bagi mahasiswa untuk menyelesaikan program pendidikan tertentu. Sebelum mewajibkan mahasiswa program doktor untuk melakukan publikasi internasional seharusnya terlebih dahulu dipersiapkan kemampuan bahasa Inggris mahasiswa program doktor. Bukan hanya itu, kualifikasi dosen yang boleh menjadi promotor dan kopromotor perlu diimbangi dengan kemampuan Bahasa Inggris dan kemampuan publikasi internasional, bukan hanya sekedar pendidikan doktor atau jabatan akademik profesor. Tetapi bahwa kewajiban tersebut dikeluarkan karena alasan bahwa kemampuan publikasi internasional Indonesia jauh di bawah kemampuan negara tetangga maka beban kewajiban itu seharusnya ditimpakan bukan kepada mahasiswa. Melainkan, kewajiban itu seharusnya ditimpakan kepada para doktor dan profesor yang karena gelar dan jabatan akademiknya berwenang menghitamputihkan proses pendidikan program doktor di negeri ini.
Memang tidak mudah membangun kerjasama dengan universitas luar yang tradisi akademiknya berbeda. Tetapi itu bukan tidak mungkin bisa dilakukan. Asalkan semua pihak berkomitmen untuk membenahi diri. Pascasarjana Undana tentu saja mempunyai komitmen itu, komitmen untuk senantiasa berusaha berbenah agar bisa menjadi lebih baik secara akademik. Untuk itu Pascasarjana Undana perlu segera metetapkan rambu-rambu pembimbiungan, panduan penyelenggaraan program, panduan penulisan tesis dan disertasi, panduan ijin etik, dan hal-hal dasar lain yang diperlukan untuk memungkinkan kerjasama dapat diteruskan. Kalau sudah ada dalam Bahasa Indonesia maka yang mendesak untuk dilakukan adalah membuat terjemahan resminya dalam Bahasa Inggris. Pascasarjana Undana tentu saja akan melakukan itu. Bukan saja karena itu untuk kepentingan membangun kerjasama dengan pihak luar, melainkan untuk meningkatkan pelayanan kepada mahasiswa yang telah memilih kuliah di Pascasarjana Undana.
0 komentar:
Posting Komentar